Kejati Lampung Dalami Kejanggalan PBB dan Sertifikat di Kawasan TNBBS
- Istimewa
Lampung Barat, Lampung – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tengah mendalami laporan terkait dugaan praktik mafia tanah serta alih fungsi lahan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kabupaten Lampung Barat.
Sorotan tajam diarahkan pada munculnya kejanggalan dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta penerbitan sertifikat tanah di kawasan yang seharusnya dilindungi sebagai hutan konservasi dan telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Kuntadi, menyampaikan bahwa indikasi adanya aktivitas ilegal dalam kawasan hutan tersebut menjadi perhatian serius lembaganya.
Menurutnya, keberadaan kewajiban pembayaran PBB dan sertifikat hak milik di kawasan konservasi adalah hal yang tidak wajar dan patut dicurigai.
"Kalau itu kawasan hutan yang dilindungi dan merupakan warisan dunia, lalu tiba-tiba ada pembayaran PBB dan sertifikat terbit, pasti ada yang tidak beres. Persoalan ini akan kami dalami," tegas Kuntadi saat memberikan keterangan pers pada Rabu (16/4/2025).
Kuntadi juga menegaskan bahwa meskipun dirinya akan segera berpindah tugas ke Kejati Jawa Timur, proses hukum terkait kasus ini tetap akan berjalan dan ditangani secara serius oleh jajarannya.
"Di kejaksaan, ganti orang bukan berarti ganti kebijakan. Proses hukum akan tetap berjalan. Pengganti saya pun merupakan sosok yang berintegritas," imbuhnya.
TNBBS: Kawasan Strategis yang Terancam
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan salah satu kawasan konservasi penting di Pulau Sumatra, yang menjadi habitat bagi spesies langka seperti harimau Sumatra, gajah Sumatra, dan badak Sumatra.
Penetapan kawasan ini sebagai warisan dunia menandakan pentingnya perlindungan terhadap ekosistemnya. Oleh karena itu, segala bentuk alih fungsi dan aktivitas ilegal di dalamnya menjadi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan.
Dugaan Mafia Tanah di Balik Sertifikasi
Kejanggalan yang disorot oleh Kejati Lampung diduga kuat berkaitan dengan praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah birokrasi untuk melegalkan lahan di kawasan terlarang.
Penerbitan sertifikat serta munculnya kewajiban PBB dinilai sebagai langkah awal untuk melegitimasi kepemilikan atas tanah yang sebenarnya tidak bisa diperjualbelikan maupun dialihfungsikan.
Hingga saat ini, Kejati Lampung masih mengumpulkan data dan melakukan investigasi mendalam guna mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam skema ilegal tersebut. (*)