Polres Way Kanan Dilaporkan ke Polda Lampung, Kuasa Hukum Briptu EA: Penanganan Tak Profesional dan Minim Transparansi

Kuasa Hukum Brigadir EA Laporkan Polres Waykanan ke Polda Lampung
Sumber :
  • Lampung.viva

Bandar Lampung, Lampung – Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Satu (Briptu) Erik A (EA), yang ditemukan tewas dengan luka parah di bagian leher awal Januari lalu, resmi melaporkan Polres Way Kanan ke Polda Lampung pada Senin (14/4/2025). Laporan ini diajukan ke tiga institusi sekaligus, yakni Divisi Propam, Warsidik, dan langsung ke Kapolda Lampung.

Polda Lampung dan Kementerian PPMI Canangkan Gerakan Anti TPPO dan Penempatan Ilegal Pekerja Migran

 

Ahmad Hadi Baladi Ummah, perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darma Loka Nusantara, menyampaikan bahwa langkah ini diambil karena pihak keluarga menilai adanya ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus oleh Polres Way Kanan.

Pembunuhan Sadis di Pesisir Barat: Dua Bocah Kakak Beradik Tewas Berpelukan dengan Luka Senjata Tajam

 

“Ke Propam Polda itu soal prosedur yang kami anggap tidak dijalankan dengan semestinya. Ke Warsidik, kami minta dilakukan pendalaman atas kecurigaan yang berkembang. Dan ke Kapolda, kami mohon agar kasus ini diambil alih sepenuhnya,” ujarnya usai melapor di Mapolda Lampung.

Polda Lampung Terus Konsisten Berantas Aksi Premanisme: Warga Diminta Aktif Melapor

 

Menurut Ahmad, pihak kepolisian setempat sama sekali tidak memberikan dokumen hukum apa pun kepada pihak keluarga sejak Briptu EA ditemukan meninggal dunia pada 7 Januari 2025 di kediamannya di Kampung Negara, Kecamatan Baradatu, Way Kanan.

 

“Tidak ada SP2HP, tidak ada surat panggilan saksi, tidak juga surat penyitaan barang bukti. Semua itu hak keluarga untuk mengetahui perkembangan kasus. Ini yang membuat kami merasa ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.

 

Ahmad menambahkan, minimnya komunikasi dan transparansi dari pihak kepolisian justru membuka ruang munculnya opini liar yang berpotensi memicu konflik sosial antar keluarga atau masyarakat sekitar.

 

Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Yogi Saputra Padeogan Jismawi, mengungkapkan kejanggalan tambahan yang ditemukan dalam proses penyelidikan. Salah satunya adalah pernyataan Polres Way Kanan mengenai hasil identifikasi DNA.

 

“Polres menyebut ada dua DNA yang ditemukan, tapi tidak pernah menunjukkan hasil tes DNA itu secara tertulis kepada keluarga. Bagaimana kami bisa percaya jika semua hanya disampaikan secara lisan?” ujarnya.

 

Ia juga menyesalkan pernyataan resmi polisi yang menyebutkan tidak ditemukan tanda-tanda pembunuhan, namun sampai saat ini bukti-bukti pendukung yang mendasari kesimpulan tersebut tak pernah diberikan kepada pihak keluarga korban.

 

“Kami tidak tahu di mana barang bukti disimpan, tidak ada surat keterangan resmi, dan sampai detik ini semua masih gelap. Penanganan seperti ini sangat meresahkan,” tambah Yogi.

 

Diketahui, Briptu EA ditemukan dalam kondisi telungkup di kamar mandi rumahnya dengan luka besar di bagian leher. Sang ayah, Alipir (62), mengungkapkan bahwa ia menemukan banyak kejanggalan pada tubuh anaknya, termasuk lebam di lengan dan punggung serta luka besar yang menurutnya telah dijahit tanpa sepengetahuan keluarga.

 

“Saya curiga anak saya bukan bunuh diri, tapi dibunuh. Luka di tubuhnya jelas terlihat, tapi polisi seperti tidak serius menanganinya. Sudah 66 hari berlalu, tidak ada kepastian,” tutur Alipir dengan nada emosional.

 

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi terbaru dari Polres Way Kanan maupun Polda Lampung terkait laporan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Briptu EA.

 

Pihak keluarga dan kuasa hukum berharap, dengan dilaporkannya perkara ini ke Polda, kasus kematian Briptu EA bisa diungkap secara terang benderang dan tidak meninggalkan tanda tanya di tengah masyarakat.(*)