Dugaan Mafia Tanah dan Pengrusakan Hutan TNBBS Dilaporkan GERMASI ke Kejati Lampung

Alih fungsi lahan, dan pengrusakan kawasan hutan di TNBBS
Sumber :
  • Istimewa

Lampung Barat, Lampung – Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GERMASI) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait praktik mafia tanah, alih fungsi lahan, dan pengrusakan kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Lampung, Selasa (9/4).

Laporan GERMASI Direspons, BKSDA Sumsel Lakukan Pemeriksaan Lapangan

 

Laporan tersebut menyoroti keterlibatan sejumlah oknum pejabat dari berbagai tingkatan, termasuk oknum Bupati Lampung Barat, anggota DPRD, pejabat Balai Besar TNBBS, mantan Dirjen KSDAE KLHK, serta pejabat dari ATR/BPN Lampung Barat.

Digitalisasi Pupuk Subsidi Digenjot, Petani Lampung Tengah Kini Bisa Tebus Lewat Aplikasi

 

Kuasa hukum GERMASI, Hengki Irawan, SH, MH, dalam konferensi persnya menyatakan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat untuk mendukung laporan tersebut.

Lebih dari 30 Pabrik Telah Patuhi Instruksi Gubernur Lampung, Sisanya Segera Dievaluasi

 

“Kami memiliki dokumen dan data yang cukup untuk mendukung laporan ini. Kami mendesak aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dan memproses pihak-pihak yang terlibat sesuai hukum yang berlaku,” ujar Hengki.

 

Hengki menambahkan, kawasan TNBBS yang seharusnya menjadi area konservasi justru telah dialihfungsikan secara ilegal menjadi perkebunan kopi robusta dan pemukiman. 

 

Ia menilai, perubahan fungsi tersebut bukan terjadi secara alami, melainkan didorong oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.

 

“Ada skenario sistematis yang melibatkan oknum berkepentingan untuk mengalihkan fungsi lahan secara ilegal demi keuntungan bisnis,” tambahnya.

 

Ribuan Hektar Hutan TNBBS Berubah Jadi Kebun Kopi

Data menunjukkan bahwa dari total 57.530 hektare kawasan hutan TNBBS yang berada di wilayah administratif Lampung Barat, sekitar 21.925 hektare telah berubah menjadi kebun kopi.

 

Founder GERMASI, Ridwan Maulana, CPL, CDRA, menilai bahwa lahan seluas itu mustahil dikuasai petani kecil secara mandiri. Ia mencurigai adanya pihak-pihak besar yang menggunakan nama masyarakat sebagai kedok penguasaan lahan ilegal.

 

“Kami menduga ada aktor besar di balik alih fungsi ini. Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi pengkhianatan terhadap fungsi konservasi,” tegas Ridwan.

 

Kekhawatiran serupa diungkapkan Edy Karizal, aktivis dari Lembaga Konservasi 21. Ia menyebut bahwa perusakan kawasan hutan secara masif memberikan keuntungan besar kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini menikmati hasil kopi tanpa perlu memiliki kebun sendiri.

 

“Mereka tinggal mendukung petani secara teknis dan pemasaran, tanpa perlu bertanggung jawab atas kerusakan. Ini bentuk eksploitasi dan pembiaran yang difasilitasi oleh oknum di pemerintahan,” kata Edy.

 

Edy juga menyayangkan lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjaga kawasan konservasi. Ia menilai alih fungsi hutan TNBBS menjadi kebun kopi akan berdampak buruk pada ekosistem dan masyarakat luas.

 

“TNBBS adalah sumber kehidupan — plasma nutfah, oksigen, karbon, dan mata air bagi wilayah sekitar. Siapa pun yang merusaknya adalah pelaku kejahatan lingkungan,” pungkasnya.

 

Seruan Investigasi dan Penegakan Hukum

GERMASI bersama Lembaga Konservasi 21 menyerukan keterlibatan langsung Pemerintah Pusat, Balai Besar TNBBS, TNI, serta Kejaksaan Agung RI untuk mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah dan pengrusakan lingkungan ini.

 

Mereka mendesak agar oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan dan terlibat dalam penguasaan ilegal kawasan konservasi dapat ditindak tegas sesuai hukum.

 

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kejati Lampung maupun instansi terkait lainnya belum memberikan keterangan resmi.(*)