Menggugah Nurani di Tanah Sengketa, HUT RI ke-79 di Lampung Berbalut Duka

Upacara bendera petani di Kota Baru
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Istimewa

Lampung – Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Lampung menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 di lahan garapan singkong yang terletak di Kota Baru, Desa Sindang Anom, Lampung Timur, pada Sabtu, 17 Agustus 2024. 

Gapoktan Lampung Selatan Keluhkan Kebijakan Bulog, Minta Harga Jagung Tak Rugikan Petani

 

Kegiatan ini merupakan simbol perlawanan dan upaya untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pemerintah setempat.

Wanita Petani Ditemukan Tewas di Lampung, Warga Sebut Korban Dikenal Ramah

 

Upacara yang berlangsung tidak jauh dari kompleks Kota Baru lokasi upacara resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Lampung menjadi momen penting bagi ratusan petani dari Desa Sindang Anom, Lampung Timur, dan Desa Sinar Rejeki-Purwotani, Lampung Selatan.

Digitalisasi Pupuk Subsidi Digenjot, Petani Lampung Tengah Kini Bisa Tebus Lewat Aplikasi

 

Sejak pukul 08.30 WIB, mereka telah berkumpul, menunjukkan tekad untuk menyuarakan hak-hak mereka yang terancam hilang.

 

Bagi para petani, perayaan kemerdekaan tahun ini dirasakan belum sepenuhnya bermakna.

 

Ratusan hektar lahan garapan yang menjadi sumber kehidupan mereka terancam digusur oleh pemerintah, menciptakan rasa ketidakadilan di hati mereka.

 

Sutini, Koordinator Petani Desa Sindang Anom, mengungkapkan bahwa upacara di lahan singkong ini merupakan cara bagi mereka untuk menarik perhatian pemerintah agar lebih peduli terhadap nasib petani yang kini berada di ujung tanduk.

 

"Kami ingin pemerintah menyaksikan langsung apa yang kami alami di sini. Lahan kami terus-menerus terancam penggusuran, padahal itu adalah sumber kehidupan kami. Kami peduli bahwa hak kami untuk menggarap tanah ini harus diperjuangkan, tidak hanya untuk kami, tetapi juga untuk anak cucu kami," ujar Sutini seusai upacara.

 

Dia menjelaskan, sekitar 800 hektar lahan yang digarap oleh para petani di kawasan tersebut kini berada dalam risiko besar untuk digusur.

 

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan mereka yang semakin tidak menentu.

 

"Saya berharap pemerintah dapat membina kami sebagai petani yang dilindungi oleh hukum, dan bekerja sama dengan kami. Jika lahan kami digusur, kami akan kehilangan segalanya. Bagaimana nasib kami sebagai petani? Bagaimana nasib masyarakat di sini? Para pejuang kemerdekaan kita pasti akan kecewa jika mengetahui rakyatnya justru menderita," tambah Sutini dengan nada penuh kekhawatiran.

 

Sutini juga mengingat dengan jelas peristiwa pada Sabtu, 16 Maret 2024, ketika dua hektare lahan singkong miliknya digusur.

 

Kejadian itu meninggalkan luka yang mendalam di hatinya, karena lahan tersebut adalah sumber penghidupan keluarganya.

 

"Tanaman singkong saya yang baru berumur tiga bulan hancur begitu saja. Itu adalah sumber kehidupan keluarga saya. Karena itulah saya bertekad untuk terus berjuang agar pemerintah mendengar jeritan hati kami," ujarnya dengan penuh emosi.

 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh para petani untuk mencari solusi, termasuk melakukan unjuk rasa dan bertemu dengan anggota legislatif.

 

Namun, hingga kini, jalan keluar yang diharapkan belum juga terwujud.

 

"Saya sudah beberapa kali berdemo dan bertemu dengan Komisi I dan Komisi II, tapi hingga saat ini belum ada tindakan nyata yang diambil. Penggusuran terus berlanjut," ungkap Sutini dengan nada kecewa.

 

Dengan digelarnya upacara di lahan garapan singkong ini, Sutini dan para petani lainnya berharap pemerintah dapat lebih peka dan memberikan perhatian yang lebih terhadap nasib mereka.

 

"Kami hanya meminta keadilan. Kami ingin dilibatkan sebagai petani binaan pemerintah agar mata pencarian kami tetap berlanjut," tutupnya dengan harapan yang besar. (*)