Bolehkah Menambahkan Nama Suami di Belakang Nama Istri? Ini Pandangan Islam dan Budaya Indonesia
- Istimewa
Ayat ini turun sebagai koreksi atas kebiasaan di masa Jahiliyah yang menisbatkan anak angkat kepada ayah angkatnya, seperti dalam kasus Zaid bin Haritsah yang dipanggil “Zaid bin Muhammad”. Islam meluruskan bahwa nasab harus sesuai dengan garis keturunan biologis.
Namun, dalam konteks penambahan nama suami di belakang nama istri, praktik ini di Indonesia tidak dimaksudkan untuk mengubah nasab atau identitas hukum. Sebutan seperti “Bu Wawan” bersifat sosial, bukan administratif.
Perspektif Ulama Internasional
Pandangan ulama di luar Indonesia pun beragam. Ulama di Arab Saudi, misalnya, melarang penambahan nama suami karena penamaan di sana selalu disertai “bin” atau “binti”, yang menunjukkan garis keturunan.
Mereka mengacu pada hadis Nabi Muhammad SAW tentang pentingnya menjaga identitas nasab secara benar, seperti dalam hadis riwayat Al-Bukhari tentang “Fatimah binti Muhammad”.
Hal ini diperkuat oleh hadis dalam Shahih al-Bukhari:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ ... وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا