Lebih dari 30 Pabrik Telah Patuhi Instruksi Gubernur Lampung, Sisanya Segera Dievaluasi

Gubernur Lampung dan Stakeholder membahas harga singkong.
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal tentang penetapan harga dasar singkong mendapat respons positif dari industri. 

Janji yang Dipenuhi, Target Baru Menanti: Gubernur Mirza Siapkan Lompatan Besar untuk Sepak Bola Lampung

 

Hingga saat ini, lebih dari 30 pabrik pengolahan singkong di Provinsi Lampung telah mengikuti Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan harga dasar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen.

Tekab 308 Presisi Polres Tulang Bawang Ringkus Pemilik Senpi Rakitan Ilegal, Pengembangan Kasus Pencurian Sawit

 

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, menyatakan bahwa kebijakan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap petani. Namun, masih ada 3 hingga 4 perusahaan yang belum melaksanakan instruksi tersebut.

Dukung Ketahanan Pangan, Polsek Penengahan dan Uspika Ketapang Tanam Jagung di Lahan Perhutanan Sosial

 

"Kita apresiasi perusahaan yang sudah patuh. Bagi yang belum, akan segera kita evaluasi. Kita ingin sistem tata niaga ini berjalan adil dan merata," kata Mikdar.

 

Dukungan juga datang dari kalangan industri yang tergabung dalam Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI). 

 

Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono, menyebutkan bahwa dari 18 anggota asosiasi, seluruhnya mendukung kebijakan pemerintah, kecuali dua pabrik yang saat ini sedang tidak beroperasi karena proses perawatan (overhaul).

 

"Kami menyambut baik kebijakan Pak Gubernur karena melindungi kelangsungan usaha sekaligus menyejahterakan petani," ujar Welly.

 

Gubernur Rahmat Mirzani Djausal sebelumnya telah menegaskan bahwa penetapan harga dasar di tingkat daerah hanyalah salah satu bagian dari solusi menyeluruh yang memerlukan dukungan kebijakan dari tingkat nasional. 

 

Oleh karena itu, Pemprov Lampung terus aktif mendorong pemerintah pusat untuk segera menetapkan kebijakan larangan dan pembatasan (Lartas) impor singkong beserta produk turunannya, seperti tapioka.

 

Mikdar Ilyas menambahkan bahwa kewenangan untuk menetapkan kebijakan Lartas berada pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bukan Kemenko Pangan.

 

"Kami harap pemerintah pusat segera bertindak. Ini bukan soal angka makroekonomi, tapi soal keberlangsungan hidup petani dan industri lokal," ujarnya.

 

Ia juga mengingatkan bahwa sebagai produsen singkong terbesar di Indonesia, petani Lampung justru paling terdampak oleh sistem tata niaga yang belum adil. 

 

Jika dibiarkan, dikhawatirkan petani akan beralih ke komoditas lain, yang tentu akan berdampak pada kelangsungan industri singkong di daerah.

 

Dengan lebih dari 30 pabrik yang sudah menunjukkan komitmen, Pemerintah Provinsi dan DPRD Lampung kini menanti dukungan konkret dari pemerintah pusat untuk memperkuat regulasi tata niaga singkong secara nasional. (*)