Kajian KPPU, Impor Tapioka jadi 'Biang Kerok' Rendahnya Harga Ubi Kayu di Lampung

Ilustrasi Petani Singkong
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Istimewa

Lampung – Hasil kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas tataniaga ubi kayu dan tepung tapioka di Provinsi Lampung menunjukkan, bahwa struktur pasar pada industri tersebut berada pada struktur pasar oligopoli. 

Zulkifli Hasan Janji Atasi Krisis Susu Boyolali: Utamakan Produksi Dalam Negeri

 

Meskipun terdapat 45 perusahaan tapioka di wilayah tersebut, empat pelaku usaha terbesar diketahui menguasai lebih dari 75% pasar. Hal ini dinilai berpotensi menghambat persaingan usaha yang sehat.

Bagaimana Perekonomian Lampung di Triwulan III-2024? Ini Kata BPS

 

Wahyu Bekti Anggoro, Kepala Kantor KPPU Wilayah II, menyatakan bahwa kondisi ini membutuhkan pengawasan intensif. 

Lampung Terancam Krisis Industri? Banyak Perusahaan Tutup dan Relokasi di 2024

 

“Industri dengan struktur pasar oligopoli memiliki risiko tinggi terhadap hambatan persaingan usaha, sehingga KPPU meningkatkan pengawasan terhadap industri ini,” ujarnya, Jumat (17/1/2025) dalam keterangan tertulis. 

 

KPPU mulai mengawasi intensif tataniaga ubi kayu setelah harga komoditas ini terus menurun sejak pertengahan 2024. Kajian yang dilakukan mencakup pengumpulan data, wawancara dengan pihak terkait, serta pantauan langsung ke lapangan.

 

Impor Tapioka Sebagai Penyebab Rendahnya Harga Ubi Kayu

 

Hasil kajian menunjukkan bahwa tingginya impor tepung tapioka menjadi salah satu penyebab utama penurunan harga beli ubi kayu di Lampung. 

 

Sepanjang 2024, Indonesia mengimpor 267.062 ton tepung tapioka senilai USD 144 juta (setara Rp 2,2 triliun). Dari jumlah ini, empat produsen di Lampung tercatat mengimpor 59.050 ton senilai USD 32,2 juta (sekitar Rp 511,4 miliar).

 

Lebih lanjut, satu kelompok usaha mendominasi 80% impor tepung tapioka di Lampung dengan total impor mencapai 47.202 ton senilai USD 25 juta (sekitar Rp 407,4 miliar).

 

“Volume impor yang tinggi ini memiliki korelasi langsung dengan penurunan harga beli ubi kayu dari petani,” ungkap Wahyu Bekti Nugroho. 

 

Para produsen lokal juga mengeluhkan sulitnya bersaing dengan produsen yang melakukan impor karena harga jual tepung tapioka impor jauh lebih rendah dibandingkan biaya produksi lokal.

 

Tindak Lanjut dan Dorongan Kepatuhan

 

KPPU menyatakan akan melanjutkan analisis untuk memberikan saran kepada pemerintah terkait kebijakan impor serta mempertimbangkan langkah penegakan hukum jika diperlukan.

 

Namun, KPPU juga menyoroti rendahnya tingkat kepatuhan beberapa produsen tepung tapioka di Lampung dalam memberikan data dan keterangan yang diminta. 

 

Oleh karena itu, KPPU mengajak masyarakat, petani, dan stakeholder lainnya untuk melaporkan potensi pelanggaran persaingan usaha di sektor ini. (*)