Tragis! 'Bujang Lapuk' Usia 40 Tahun di Lampung Tega Cabuli Anak Tuna Wicara Tetangganya
- Foto Dokumentasi Riduan
Lampung – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandar Lampung mengungkap kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur dengan tersangka seorang pria lajang berusia 40 tahun.
Kanit PPA Polresta Bandar Lampung, IPDA Edi Sabhara menjelaskan, bahwa Tersangka, yang berprofesi sebagai buruh lepas dan tinggal di Kelurahan Pesawahan, Teluk Betung Selatan, tega melakukan tindakan keji terhadap korban berinisial AM (11), seorang anak berkebutuhan khusus (Tuna Wicara).
Kronologi Kejadian
Konferensi pers di Mapolresta Bandar Lampung
- Foto Dokumentasi Riduan
Kejadian bermula pada Jumat, 6 Desember 2024, sekitar pukul 12.04 WIB. Berdasarkan penyelidikan, tersangka membujuk korban yang merupakan tetangganya untuk bermain gim di ponsel miliknya.
Dengan dalih tersebut, tersangka diduga melakukan pelecehan di lokasi yang sepi, yakni di teras rumah tetangga mereka.
Perbuatan tersangka tidak sengaja terekam oleh seorang saksi yang kemudian melaporkannya kepada keluarga korban.
"Orang tua korban segera melapor ke Polresta Bandar Lampung, sehingga tindakan hukum langsung diambil," kata Ipda Edi, Jumat (27/12/2024).
Pengakuan Tersangka
Saat ditanyai awak media, tersangka mengaku sudah mengincar korban sejak lama. Ketika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab,
"Belum dapat jodohnya." Tersangka juga menyebut bahwa aksinya dilakukan berulang kali dengan korban yang sama.
“Memang saya incar,” ujar tersangka dengan tenang.
Motif dan Barang Bukti
Polisi menunjukkan barang bukti
- Foto Dokumentasi Riduan
Polisi menduga motif tersangka adalah karena kesepian dan belum menikah di usia yang matang. Beberapa barang bukti turut diamankan, termasuk pakaian korban dan pelaku, ponsel yang digunakan untuk membujuk korban, serta rekaman video yang memperlihatkan dugaan aksi tersebut.
Pasal dan Ancaman Hukuman
"Tersangka dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," pungkas Ipda Edi Sabhara. (*)