Swasembada Pangan: Ancaman, Tantangan dan Solusi

Hasra Tanjung, Ketua Umum Jaringan Petani Persada Indonesia.
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Laporan Bank Dunia tentang kerawanan pangan menyoroti tantangan global yang mendesak, dengan 288 juta orang di 48 negara bergulat dengan kelangkaan pangan. Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI) berfungsi sebagai metrik penting dalam konteks ini, mengevaluasi swasembada pangan di 113 negara berdasarkan faktor- faktor seperti keberlanjutan dan adaptasi. Amerika Serikat menunjukkan swasembada yang tinggi, hanya mengimpor 20% dari makanannya, namun, 10,2% rumah tangga menghadapi kerawanan pangan, khususnya di negara bagian seperti Mississippi dan Arkansas. 

Gubak Hills: Surga Tersembunyi dari Ketinggian di Bandar Lampung untuk Nongkrong dan Bersantai

Sebaliknya, Belanda membanggakan skor GFSI sebesar 80,1, dengan kebijakan yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan pertanian guna mengurangi kemiskinan pedesaan, menggarisbawahi berbagai pendekatan dan tantangan yang dihadapi negara-negara dalam memastikan ketahanan pangan. Negara-negara seperti Jepang dan Swedia, dengan skor GFSI masing-masing 79,5 dan 79,1, menunjukkan aspek yang berbeda dari ketahanan pangan. Jepang, yang mengimpor 40% dari makanannya, menekankan pentingnya ketersediaan dan akses pangan, sementara Swedia terkenal karena memiliki salah satu sistem pangan yang paling berkelanjutan. 

Kanada berbagi skor GFSI yang sama dengan Swedia tetapi berjuang dengan kerawanan pangan yang mempengaruhi 18% dari populasinya, terkait dengan masalah sosial yang lebih luas seperti kesehatan mental yang buruk. Sebaliknya, Haiti menghadapi situasi yang mengerikan dengan hampir setengah dari populasinya mengalami kerawanan pangan, diperparah oleh tantangan lingkungan dan ekonomi. Sementara itu, Norwegia menyajikan model swasembada moderat, mencapai tingkat 50% dalam pangan dan pertanian. 

Ekonomi Lampung Diprediksi Tumbuh Hingga 5 Persen di 2025

Potret-potret ini menawarkan sekilas pandang ke dalam kompleksitas ketahanan pangan global dan beragam strategi yang digunakan negara-negara untuk mencapai swasembada dan mengatasi kelaparan.

Pada tahun 2024, Indonesia terus berupaya meningkatkan swasembada pangan, terutama untuk komoditas strategis seperti beras dan jagung. Sejak tahun 2019, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, dengan mengurangi ketergantungan pada impor beras secara signifikan.

Lembaga Survei Dilarang Bicara di Masa Tenang, Ancam Ganggu Demokrasi: Ini Ancaman Sanksi

Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, untuk konsumsi beras nasional mampu dipenuhi oleh produksi dari dalam negeri bahkan surplus. Setiap tahunnya Indonesia Surplus beras di atas 1,3 juta ton. Adapun cadangan Beras yang ada di BULOG juga berada pada posisi aman sebagaimana yang disampaikan Kepala BULOG di berbagai media.

Pada kurun waktu 2019 sampai dengan 2021 Indonesia tidak melakukan impor beras umum. Stok beras di BULOG saat ini pada posisi aman di atas satu jutan ton dan terus mengoptimalkan penyerapan beras/gabah di dalam negeri. Impor beras terjadi pada beras bersifat khusus, seperti basmati, japonica, jasmine dan sebagainya. Volume impor beras tersebut juga relatif kecil, yakni 450 ribu ton/ tahun atau hanya sekitar 1,45% dari total produksi beras nasional.

Halaman Selanjutnya
img_title