Polemik Pergeseran Anggaran di Lampung Selatan: DPRD Soroti TAPD, Demokrat Tegaskan Sesuai Regulasi

Polemik Pergeseran Anggaran di Lampung Selatan.
Sumber :
  • Lampung.viva

Lampung Selatan, Lampung – Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Lampung Selatan, Merik Havit, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dianggapnya tidak profesional dalam melakukan pergeseran anggaran. 

Anggota DPRD Lampung Selatan Divonis 1 Tahun Penjara karena Ijazah Palsu, Kuasa Hukum Ajukan Banding

 

Menurutnya, pergeseran tersebut dilakukan tanpa koordinasi dan persetujuan pimpinan DPRD, sehingga dinilai melanggar ketentuan yang berlaku.

Sidang Ijazah Palsu DPRD Lampung Selatan: Jaksa Tuntut Supriyati dan Ahmad Sahrudin 1 Tahun 4 Bulan Penjara

 

"Pergeseran anggaran minimal harus melalui persetujuan pimpinan DPRD. Tidak boleh TAPD melakukannya secara sepihak," tegas Merik, politisi PDI Perjuangan, pada Jumat (13/6/2025).

Masjid Darussalam Metro Selatan Kembali Buka Donasi Paving Tahap 2, Targetkan Rp17,5 Juta

 

Ia merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020, yang mengatur pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. 

 

Salah satu kasus yang disoroti adalah pergeseran anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), yang menurutnya menyebabkan kosongnya alokasi anggaran untuk e-pokir (pokok-pokok pikiran DPRD).

 

"Seharusnya hal ini bisa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pimpinan DPRD. Sayangnya, kebijakan dilakukan sepihak dan berpotensi menabrak regulasi," tambahnya.

 

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPC Partai Demokrat Lampung Selatan, Muhammad Junaidi, menyampaikan pandangan berbeda. 

 

Ia menilai langkah TAPD tetap berada dalam koridor hukum yang jelas, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

 

"PP tersebut memberikan kewenangan kepada kepala daerah sebagai pemegang kuasa pengelolaan keuangan untuk mengambil langkah strategis, termasuk pergeseran anggaran, dalam kondisi tertentu yang mendesak," ujar Junaidi.

 

Menurutnya, selama pergeseran anggaran masih dalam satu jenis belanja dan hanya berpindah objek, maka tidak wajib disampaikan kepada DPRD untuk persetujuan.

 

Ia mencontohkan bahwa kondisi mendesak tersebut mencakup kebutuhan pelayanan dasar yang belum teranggarkan, belanja wajib dan mengikat, serta pengeluaran yang jika ditunda dapat merugikan daerah atau masyarakat. 

 

Pergeseran itu pun harus diadministrasikan melalui perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD, dan tercantum dalam laporan realisasi anggaran apabila tidak dibahas secara resmi dalam perubahan APBD.

 

"Jadi, bukan tidak ada dasar hukum. Yang penting pelaksanaannya tetap transparan dan berpihak pada kepentingan masyarakat," tegas Junaidi.

 

Ia juga menekankan bahwa kepala daerah memang memiliki kewenangan untuk mengeksekusi kebijakan fiskal dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan publik.

 

"Ini bukan soal menabrak aturan, tetapi soal bagaimana pemerintah bertanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat," pungkasnya. (*)