Diduga Rusak Hutan Lindung, Sutikno Klaim Punya Dokumen Lengkap, Germasi Tantang Pembuktian
- Istimewa
Lampung Barat, Lampung – Pernyataan kontroversial muncul dari Sutikno, pihak yang diduga terlibat dalam aktivitas penggunaan alat berat di kawasan Hutan Lindung (HL) Register 43B Krui Utara dan Suaka Margasatwa (SM) Gunung Raya.
Kepada awak media pada Senin (26/5), Sutikno menyatakan bahwa seluruh kegiatan tersebut memiliki dasar hukum yang sah.
"Oh, itu ada dokumentasinya lengkap," ujar Sutikno, tanpa merinci lebih lanjut jenis dan asal dokumen yang dimaksud.
Pernyataan ini langsung mendapat tanggapan tegas dari Kuasa Hukum Aktivis Germasi, Hengki Irawan, SH., MH.
Ia menyatakan akan segera berkoordinasi dengan sejumlah lembaga terkait, termasuk KPH Liwa, BPKH Provinsi Lampung, BKSDA Sumatera Selatan, dan BPKH Sumatera Selatan, guna memverifikasi legalitas dokumen yang diklaim oleh Sutikno.
"Jika terbukti dokumen tersebut tidak sah, kami akan melaporkan kasus ini secara resmi ke aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Republik Indonesia," tegas Hengki.
Tak hanya itu, Hengki juga menantang Sutikno untuk membuktikan klaimnya dengan menunjukkan Surat Keputusan (SK) pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
"Kami ingin melihat apakah benar ada SK pelepasan kawasan hutan. Jangan hanya mengklaim, sementara di lapangan ada kerusakan akibat alat berat," ujarnya.
Menurut Hengki, kawasan Suaka Margasatwa Gunung Raya adalah zona konservasi dengan tingkat perlindungan tertinggi.
Ia menegaskan tidak ada izin yang membolehkan aktivitas perkebunan atau penggunaan alat berat di wilayah tersebut.
"Suaka margasatwa bukan lahan pribadi. Satu-satunya izin yang mungkin diberikan di sana adalah untuk kepentingan riset atau pendidikan, bukan untuk kepentingan pribadi apalagi korporasi," kata Hengki.
Ia menambahkan bahwa aktivitas seperti ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga tergolong sebagai tindak pidana lingkungan. Para pelaku, menurutnya, harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menambah deretan panjang konflik penguasaan lahan dan perusakan kawasan hutan di Indonesia. Kini, publik menanti kejelasan: apakah dokumen yang disebut "lengkap" oleh Sutikno benar-benar sah atau hanya upaya pembenaran atas perusakan kawasan konservasi?