Alat Berat Diduga Terlibat Perusakan Hutan Lindung Register 43B Krui Utara, Diduga Milik Pejabat Tinggi
- Istimewa
Lampung Barat, Lampung – Dugaan aktivitas ilegal di kawasan hutan lindung kembali mencuat di Kabupaten Lampung Barat. Sebuah alat berat jenis excavator ditemukan beroperasi tanpa izin di wilayah Register 43B Krui Utara, tepatnya di Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagar Dewa.
Penemuan ini dilaporkan oleh organisasi masyarakat sipil, Gerakan Masyarakat Independen (GERMASI), pada 4 Mei 2025.
Alat berat tersebut diduga milik salah satu pejabat publik di Kabupaten Lampung Barat, yakni Wakil Ketua DPRD setempat yang berinisial “S”.
Excavator tersebut diduga digunakan untuk pembukaan lahan secara ilegal di kawasan hutan lindung, yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan tentang kehutanan.
Menindaklanjuti temuan tersebut, GERMASI telah menyampaikan laporan resmi kepada Kodim 0422/LB serta memberikan informasi kepada Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Liwa.
Komandan Kodim 0422/LB, Letkol Inf. Rinto Wijaya, S.A.P., M.I.Pol., M.Han, menegaskan komitmen pihaknya untuk menindak setiap bentuk perusakan hutan tanpa pandang bulu.
“Siapapun yang terbukti melakukan perusakan kawasan hutan akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku. Kami tidak memberi ruang untuk pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan,” tegas Rinto dalam keterangannya.
Sementara itu, Kepala KPH II Liwa, Sastra, S.Hut., MM, juga menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin untuk aktivitas penggunaan alat berat di lokasi tersebut.
“Temuan ini merupakan pelanggaran serius terhadap aturan kehutanan. Tidak ada izin resmi untuk kegiatan tersebut di kawasan Register 43B,” ungkap Sastra.
Namun, ironisnya, saat tim gabungan dari instansi terkait melakukan verifikasi lapangan, alat berat tersebut telah dipindahkan. Informasi terbaru menyebutkan bahwa excavator kini berada di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Raya, Provinsi Sumatera Selatan. Diduga, pemindahan ini dilakukan untuk menghindari proses hukum lebih lanjut.
Ridwan Maulana, C.PL., CDRA, pendiri GERMASI, menyayangkan tindakan tersebut dan mendesak penegakan hukum secara tegas.
“Kejadian ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini merupakan bentuk nyata perusakan lingkungan dan melanggar ketentuan dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan tanpa kompromi,” ujar Ridwan.
Kasus ini telah menyita perhatian publik, khususnya masyarakat sipil yang mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan menyeluruh, termasuk mengusut dugaan keterlibatan pejabat daerah. (*)