Penggusuran di Lampung Ricuh, Warga Hadang Ekskavator

Para warga hadang Ekskavator
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Riduan

Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mulai melakukan penertiban lahan hingga rumah di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, serta di Kelurahan Sukarame Baru, Kecamatan Sukarame, Bandar Lampung, pada Rabu (12/2/2025). 

Hari Pertama Sekolah, Kelas 1 SD Negeri di Bandar Lampung Ini Cuma Berlima

 

Di lokasi tersebut saat ini ditempati sekitar 42 warga yang tidak memiliki hak kepemilikan. Dari pantauan di lokasi, proses penertiban berlangsung ricuh

Tersungkur Pertahankan Motor, Mutia Jadi Korban Perampokan Brutal di Tanjung Senang

 

Sejumlah warga yang menolak penggusuran berusaha menghadang aparat gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polda Lampung, dan Brimob. Beberapa warga bahkan histeris hingga ada yang pingsan karena tak kuasa menahan kesedihan.

Tak Ada Lagi Alasan Putus Sekolah, PPDB SMA Siger Bandar Lampung Resmi Dibuka

 

Untuk memperlancar proses eksekusi, Pemprov Lampung mengerahkan empat unit alat berat, terdiri dari tiga unit ekskavator dan satu unit buldoser.

 

Latar Belakang Penertiban

 

Berdasarkan informasi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung, lahan tersebut merupakan aset pemerintah yang diperoleh dari PTP X. Lahan ini telah memiliki sertifikat resmi dari Kantor ATR/BPN Lampung Selatan dan ATR/BPN Bandar Lampung.

 

Pada tahun 2012, Pemprov Lampung telah melakukan sosialisasi serta mediasi dengan warga yang saat itu hanya mendirikan beberapa bangunan semi permanen. 

 

Namun, dalam perkembangannya, warga tetap menguasai lahan, bahkan melakukan transaksi jual beli tanpa kepemilikan sah, sehingga jumlah bangunan di lokasi semakin bertambah.

 

Meski mendapat perlawanan, tim gabungan akhirnya berhasil menertibkan bangunan yang berdiri di lahan tersebut.

 

Warga Kebingungan Tanpa Kompensasi Jelas

 

Setelah penggusuran, warga terdampak kini kebingungan mencari tempat tinggal. Mereka mengeluhkan minimnya kompensasi dari Pemprov Lampung, yang hanya menawarkan ganti rugi sebesar Rp2,5 juta per kepala keluarga.

 

Salah satu warga, Nur Alwi, menyatakan bahwa nominal tersebut sangat tidak manusiawi dan tidak cukup untuk mencari tempat tinggal baru.

 

"Kami bingung harus tinggal di mana. Kompensasi hanya Rp2,5 juta, ini penghinaan. Rumah ini kami beli, dibangun dengan uang, bukan gratisan. Pemerintah seharusnya melakukan musyawarah dengan kami," ujarnya dengan nada kecewa.

 

Warga berharap pemerintah memberikan solusi yang lebih adil, seperti bantuan tempat tinggal atau relokasi yang layak. (*)