Ditpolairud Polda Lampung Ungkap Kasus Penyelundupan Benih Bening Lobster
- Foto Dokumentasi Riduan
Lampung – Ditpolairud Polda Lampung berhasil mengungkap kasus penyelundupan benih bening lobster (BBL) atau yang lebih dikenal sebagai baby lobster, pada Kamis, 10 Oktober 2024, di Dusun VI, Desa Bumi Kencana, Kecamatan Seputih Agung, Lampung Tengah.
Dari operasi tersebut, sebanyak 149.400 ekor baby lobster berhasil diamankan, dengan estimasi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 37,3 miliar.
Dirpolairud Polda Lampung Kombes Pol Boby Pa’ludin Tambunan mengungkapkan, kasus ini bermula pada Selasa, 3 Oktober 2024, ketika pihak Ditpolairud menerima informasi mengenai peredaran baby lobster tanpa izin yang akan dibawa dari Pulau Jawa menuju Pulau Sumatera.
"Subdit Gakkum Ditpolairud kemudian melakukan penyelidikan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, dan mendapatkan informasi bahwa proses pemekingan serta penyegaran lobster dilakukan di sebuah gudang di Lampung Tengah," kata dia, Selasa (15/10/2024).
Kemudian, pada Kamis, 10 Oktober 2024, sekitar pukul 17.30 WIB, petugas Ditpolairud yang dipimpin oleh Kasubdit Gakkum melakukan penggeledahan di lokasi yang dicurigai.
"Di sana, ditemukan 747 kantong berisi baby lobster, terdiri dari 880 ekor jenis mutiara dan 148.520 ekor jenis pasir. Selain itu, 14 orang yang terlibat dalam proses penyelundupan ini turut diamankan," jelasnya.
Modus Operandi
Kombes Pol Boby menuturkan, para pelaku menjalankan usaha ilegal ini dengan memindahkan baby lobster dari Pulau Jawa dan menyegarkannya di gudang di Lampung Tengah selama satu hingga dua hari.
"Setelah itu, lobster-lobster tersebut dikemas ulang dan dikirim ke Provinsi Jambi untuk dijual. Para tersangka memiliki peran masing-masing, dari pengawasan hingga proses pengemasan," jelasnya.
Barang Bukti dan Tersangka
Dalam penggerebekan ini, selain baby lobster, polisi juga menyita sejumlah alat yang digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup lobster, seperti tabung oksigen, kulkas, blower, serta generator.
"Tersangka utama dalam kasus ini, berinisial W, bertindak sebagai kepala packing house dan pengawas utama proses pengiriman lobster. Sementara tersangka lainnya memiliki peran mulai dari pengisian oksigen, pengemasan, hingga pengiriman lobster," paparnya.
Berikut rincian dan masing-masing peran dari tersangka:
Winarto 36 tahun, seorang wiraswasta asal Trenggalek, Jawa Timur, berperan sebagai tangan kanan yang dipercaya oleh bos.
Selain itu, ia bertugas sebagai kepala packing house, pencatat barang yang keluar dari packing house, dan pengawas pekerja di tempat tersebut.
R 32 tahun, seorang wiraswasta dari Rejang Lebong, Bengkulu, bertanggung jawab mencatat barang masuk dan menjadi wakil kepala packing house.
YP 29 tahun, seorang wiraswasta asal Kaur, Bengkulu, bertugas memberikan oksigen ke dalam plastik berisi benih bening lobster.
P 36 tahun, seorang wiraswasta dari Pariaman, Sumatera Barat, bertugas sebagai pensortir benih bening lobster.
Sementara MR 34 tahun, seorang wiraswasta asal Trenggalek, Jawa Timur, juga berperan sebagai pensortir benih bening lobster.
MJ, 30 tahun, seorang wiraswasta dari Lampung Tengah, bertugas mengantarkan plastik yang belum diisi oksigen kepada pengisi oksigen.
MRA, 35 tahun, seorang nelayan asal Lampung Timur, dan MS 36 tahun, seorang nelayan dari Lampung Timur, keduanya memiliki peran dalam proses pensortiran dan pemberian oksigen pada benih bening lobster.
AK, 39 tahun, seorang nelayan dari Lampung Timur, juga bertugas memberikan oksigen ke dalam plastik berisi benih lobster.
S, 34 tahun, seorang nelayan dari Trenggalek, Jawa Timur, berperan sebagai pengisi air dalam packing plastik.
AF, 33 tahun, yang belum bekerja dan berasal dari Pringsewu, Lampung, bertugas memberikan oksigen ke dalam plastik berisi benih lobster.
TE, 28 tahun, seorang wiraswasta asal Kaur, Bengkulu, bertugas melakukan packing dengan lakban untuk sterofoam.
NM, 27 tahun, yang juga belum bekerja dan berasal dari Pringsewu, Lampung, membantu dalam proses packing sterofoam.
Terakhir, BH, 33 tahun, seorang wiraswasta asal Pringsewu, Lampung, bertugas sebagai pemberi oksigen.
Pasal yang Dikenakan
Para tersangka dijerat dengan Pasal 92 dan Pasal 88 UU Perikanan No. 45 Tahun 2009, yang mengatur tentang penangkapan ikan tanpa izin dan penyelundupan ikan yang merugikan sumber daya perikanan.
"Ancaman hukuman bagi para pelaku maksimal delapan tahun penjara dan denda hingga Rp 1,5 miliar," kata Kombes Pol Boby.
Dari total barang bukti yang disita, jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 37,3 miliar, dengan harga taksiran lobster jenis pasir mencapai Rp 250.000 per ekor dan jenis mutiara Rp 200.000 per ekor. (*)