Oknum Dokter Gigi Lakukan Praktik Aborsi Ilegal di Bali, Berulang Kali Masuk Penjara Kasus Serupa

Dokter Gigi Lakukan Praktik Aborsi Ilegal di Bali
Sumber :
  • TvOnenews

VIVA Lampung, Nasional –  Kasus praktik aborsi ilegal oleh seorang dokter gigi di Bali telah mencuri perhatian publik. Netizen di media sosial bahkan merusak identitas dokter gigi tersebut. Siapa dokter gigi yang dikaitkan dengan praktik aborsi ilegal terhadap 1.338 janin? Polda Bali melalui Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali, AKBP Ranefli Dian Candra, mengungkapkan hal ini dalam Konferensi pers di Denpasar, Bali, pada Senin (15/5/2023). 

Polisi Imbau Keluarga Pasien Harap Waspada Saat Berada di Rumah Sakit

Menurut AKBP Ranefli, dokter gigi yang melakukan praktik aborsi ilegal tersebut adalah I Ketut Arik Wiantara, seorang pria berusia 53 tahun.

Yang lebih merasa tertekan lagi, dokter gigi ini adalah mantan penyandang disabilitas dan sudah dua kali masuk penjara karena kasus serupa. "Pelaku sebelumnya dipenjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2006 dengan vonis 2,5 tahun penjara, dan pada tahun 2009 dia kembali melakukan praktik aborsi ilegal," jelas AKBP Ranefli.

Dr. Jihan Nurlela Terima Penghargaan IDI Lampung atas Dedikasinya di Bidang Kesehatan

Tak hanya itu, pelaku tidak memiliki lisensi sebagai dokter kandungan. Lebih mengejutkannya lagi, I Ketut Arik dikatakan mampu melakukan praktik aborsi tersebut dengan cara belajar secara otodidak. 

“Ia belajar secara mandiri melalui sumber online dan buku-buku untuk memahami mekanisme aborsi,” tambah AKBP Ranefli.

IDI Komitmen Dukung Kesehatan Lampung, Siap Jadi Mitra Strategis Pemerintah

AKBP Ranefli menjelaskan bahwa pasien yang ditangani oleh I Ketut Arik Wiantara berasal dari kalangan pelajar, mulai dari anak SMA hingga mahasiswi. Namun, tidak hanya pelajar, pasangan suami istri yang tidak berencana memiliki anak juga mengunjungi dokter ini.

"Ini adalah kali ketiga dokter IKAW melakukan praktik aborsi ilegal. Pada tahun 2006, ia melakukan perbuatan serupa dan dipenjara selama 2,5 tahun berdasarkan putusan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar," jelasnya. "Pada perbuatan kedua, tersangka ditangkap pada tahun 2009 dan dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun. Setelah bebas, tersangka mengakui melakukan praktik serupa pada tahun 2020."

AKBP Ranefli juga mengungkapkan bahwa tarif yang dikenakan oleh I Ketut Arik adalah sekitar Rp3,8 juta untuk setiap pasien, dan praktik ilegal ini dilakukan di kediamannya di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Mayoritas pasien yang datang masih dalam kondisi kehamilan awal, sekitar 2-3 minggu, sehingga yang diambil adalah gumpalan darah yang kemudian dibuang di kloset.

Dari pemeriksaan penyidik, kata Ranefli yang bersangkutan beralasan melakukan aborsi karena mendapat permintaan dari pasien. Sebelum melakukan tindakan aborsi, terlebih dahulu melakukan pemeriksaan kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian pada pasien karena menurut pengakuannya.

"Bahkan, ada pasien yang meninggal dunia pada saat melakukan aborsi. Karena kematian pasien itu, subjek ditangkap pada tahun 2009. Nah, Sebelum operasi sudah melakukan konsultasi periksa kesehatan, termasuk dicek orok atau janinnya itu. Konsultasi, datang, melihat kondisi pasiennya. Kalau sudah besar (kandungan) tidak berani katanya. Karena pengalamannya yang kedua ditangkap, ada pasien yang meninggal. Sehingga dia berhati-hati," beber Wadirkrimsus Polda Bali Ranefli.

Lanjutnya katakan, tindakan aborsi tersebut dilakukan tepat dalam waktu lima menit. Hal ini diketahui setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pasien.