Ibu Pratama Wijaya Kusuma Tuntut Keadilan, Desak Hukuman Setimpal bagi Pelaku Kekerasan Diksar Mahepel

Wirna Wani (40), ibu dari almarhum Pratama Wijaya Kusuma.
Sumber :
  • Lampung.viva

Bandar Lampung, Lampung – Wirna Wani (40), ibu dari almarhum Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan Bisnis Digital Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), menuntut agar pelaku yang menyebabkan putranya tewas dihukum setimpal. Hal ini disampaikannya saat ditemui di rumahnya pada Selasa (3/6/2025).

Sakit Hati Ditagih Utang, Tukang Siomay Habisi Nyawa Pegawai Koperasi di Natar

 

Pratama mengembuskan napas terakhir pada 28 April 2025. Sebelumnya, ia bersama rekan-rekannya mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) anggota baru Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Unila pada 11-14 November 2024. 

Misteri Hilangnya Pandra Apriliandi Terungkap, Polisi Tangkap Pelaku Pembunuhan hingga Lacak Jejak ke Tangerang

 

Selama diksar di Gunung Betung, Pesawaran, Pratama dan rekan-rekannya diduga mengalami kekerasan fisik oleh para seniornya.

Mayat Terapung Ditemukan di Sungai Natar, Polisi Masih Selidiki Identitas Korban

 

Wirna menuturkan bahwa para pelaku dan pihak Dekanat FEB Unila harus bertanggung jawab atas meninggalnya Pratama. 

 

"Hari ini (kemarin) saya serahkan semua kepada kuasa hukum kami dari LBH Sungkai Bunga Mayang. Yang kami inginkan pelaku harus dihukum setimpal dengan perbuatannya," kata Wirna.

 

Wirna mengungkapkan bahwa tidak ada iktikad baik dari pihak Mahepel pasca meninggalnya Pratama.

 

"Pelaku harus diproses secara hukum, termasuk semua yang mukul dan yang terlibat," ungkapnya.

 

Kronologi Kekerasan dan Bantahan Riwayat Penyakit

Wirna menceritakan bahwa Pratama adalah anak yang rajin dan penurut. "Waktunya salat, dia ke masjid. Puasa rajin, ke kampus rajin," tuturnya.

 

Ia mengenang saat Pratama sempat meminta izin untuk mengikuti kegiatan naik gunung tersebut. "Saya bilang jangan ikut. Nanti capek. Anak saya bilang dia pergi bersama teman-temannya. Sempat saya tidak kasih (izin) untuk pergi ke diksar itu. Lalu anak saya ngambek. Dia bilang sudah gede, jangan dikekang terus," beber Wirna.

 

Wirna juga menegaskan bahwa sejak kecil, Pratama tidak memiliki riwayat sakit berat. "Anak saya dari kecil tidak ada riwayat sakit. Paling hanya sakit panas, batuk, pilek. Tidak ada penyakit aneh-aneh. Belum pernah masuk ke rumah sakit," kata Wirna.

 

Menurut Wirna, Pratama untuk kali pertama dirawat di rumah sakit setelah mengalami penyiksaan selama diksar. Dokter menjelaskan adanya penggumpalan darah di bagian kepala Pratama. 

 

Wirna menambahkan, Pratama mengaku ditendang di bagian dada dan perut oleh seniornya, bahkan diinjak-injak.

 

"Saat itu saya mau mengadu tidak boleh, karena diancam. Saya tidak terima," kata Wirna.

 

LBH Sungkai Bunga Mayang Siap Proses Hukum dan Desak Pembekuan Mahepel

Kuasa hukum dari LBH Sungkai Bunga Mayang, Icen Amaterly, mengatakan pihaknya akan membawa perkara ini ke Polda Lampung. 

 

"Sudah ada bukti yang dibawa yakni foto korban setelah dioperasi, foto korban saat diksar, foto korban setelah pulang dari diksar juga ada," kata Icen, didampingi rekannya, Yosef Friadi dan Abdi Muhariansyah.

 

Icen menilai ada tindakan kekerasan yang melebihi batas. Menurutnya, kampus bukanlah tempat perpeloncoan. "Kampus itu untuk belajar, mengasah ilmu, tempat belajar," ucapnya.

 

Ia juga meminta organisasi Mahepel dibekukan agar tidak ada korban lagi di masa mendatang.(*)