Rekayasa Surat Tanah: Modus Kepala Desa Raup Ganti Rugi Bendungan Rp2,2 Miliar di Lampung
- Foto Dokumentasi Istimewa
Lampung – Kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan lahan genangan Bendungan Marga Tiga di Desa Marga Batin, Kecamatan Batanghari, Lampung Timur, akhirnya menyeret seorang kepala desa sebagai tersangka.
Kepala Desa Buana Sakti berinisial T ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lampung Timur, Senin, 9 Desember 2024.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Ricky Ramadhan melalui keterangan tertulis menjelaskan, Tersangka diduga menggunakan modus manipulasi dokumen kepemilikan tanah untuk meraup ganti rugi dari proyek pembangunan Bendungan Marga Tiga.
"Akibat tindakannya, negara mengalami kerugian besar mencapai Rp2,2 miliar," kata Ricky dikutip, Selasa (10/12/2024).
Modus Operandi: Rekayasa Surat Tanah
Kasus ini bermula pada Maret 2017, saat pemerintah menetapkan lokasi pembangunan Bendungan Marga Tiga yang melibatkan pengukuran lahan di sejumlah desa, termasuk Desa Marga Batin.
Dalam proses tersebut, tersangka T mengetahui adanya ganti rugi yang akan diberikan kepada pemilik lahan yang terdampak proyek.
Namun, tim penyidik menemukan fakta bahwa terdapat beberapa lahan yang tidak memiliki dokumen kepemilikan atau alas hak yang sah.
Melihat peluang tersebut, tersangka diduga menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama tiga individu, yakni T, S, dan SU.
Surat-surat tersebut digunakan sebagai dasar klaim atas lahan yang sebenarnya tidak memiliki pemilik sah.
Dengan adanya SKT yang direkayasa, ketiga individu tersebut berhasil menerima dana ganti rugi dari pemerintah.
Tersangka T Bin T diduga mengambil keuntungan pribadi dari proses ini, yang kemudian menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2.229.366.882.
Landasan Hukum dan Tindakan Hukum
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, Ricky Ramadhan, dalam keterangan tertulis menyebutkan bahwa tersangka disangkakan melanggar:
Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 undang-undang yang sama. (*)