Cakada Diduga Terkait TPPU dan Penggunaan Dana Teroris, Ken Setiawan Minta PPATK Turun Tangan
- Istimewa
Bandar Lampung, Lampung – Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, pada Senin, 2 Desember 2024, mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima informasi terkait dugaan keterlibatan salah satu calon kepala daerah (Cakada) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pengaliran dana yang diduga terkait dengan kelompok teroris. Informasi ini diperoleh berdasarkan jaringan intelijen yang dimiliki oleh NII Crisis Center.
Ken Setiawan menyatakan bahwa salah satu peserta Pilkada yang sedang berlangsung saat ini diduga terhubung dengan Lembaga Amil Zakat Baitul Mal (A) yang pernah digerebek oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 beberapa waktu lalu.
Menurutnya, modus yang digunakan adalah dengan mengubah identitas dan kegiatan yayasan tersebut setelah penggerebekan dilakukan, yang semula menggunakan identitas lembaga (A), namun kini tidak lagi beroperasi dengan nama yang sama.
"Setelah penggerebekan Densus 88, yang bersangkutan langsung mengubah identitas dan menghindari penggunaan nama yayasan (A)," ujar Ken dalam keterangannya.
Selain itu, Ken juga mengungkapkan bahwa salah satu Cakada yang sedang berkompetisi dalam Pilkada diketahui pernah meminjam dana sebesar Rp 25 miliar dari pemilik rumah yang sebelumnya terkait dengan kegiatan yang berafiliasi dengan kelompok teroris.
Ken Setiawan menegaskan bahwa dugaan aliran dana teroris dan pencucian uang tidak hanya terjadi selama masa Pilkada, tetapi juga sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Dana-dana tersebut, menurutnya, telah digunakan untuk berbagai proyek pembangunan di daerah terkait, yang diduga dapat menambah pengaruh politik calon tersebut.
Menyikapi informasi ini, Ken Setiawan mendesak agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki dan melacak aliran dana yang terindikasi berasal dari kegiatan teroris dan pencucian uang tersebut.
Ia menyebutkan bahwa langkah ini sesuai dengan amanat hukum yang berlaku di Indonesia. "PPATK memiliki kewenangan untuk melakukan penelusuran terhadap transaksi keuangan dan rekening para terduga teroris berdasarkan UU RI No 80 Tahun 2010, yang memberikan hak kepada lembaga independen ini untuk memantau dan menganalisis transaksi mencurigakan," tambah Ken.
Ken juga merujuk pada Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Luar Negeri, Kepala Kepolisian, Kepala BNPT, dan Kepala PPATK Tahun 2015 yang mengatur tentang pencatuman identitas orang atau koperasi yang terkait dengan terorisme serta pemblokiran seketika terhadap dana milik individu atau organisasi yang tercantum dalam daftar terduga teroris.
"Semoga dengan adanya perhatian dan tindak lanjut dari PPATK serta BNPT, kita dapat mencegah penyalahgunaan dana teroris dalam dunia politik dan memastikan tidak ada celah bagi kelompok teroris untuk menanamkan pengaruh dalam sistem pemerintahan kita," ujar Ken menutup keterangannya.(*)