Banyak Petahana di Lampung Tumbang Karena Kinerja dan Strategi Kampanye yang Tidak Efektif

Pengamat politik UIN Lampung, Dr. Fathul Mu'in.
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Sejumlah petahana atau Incumbent di Provinsi Lampung yang mengikuti Pilkada Serentak 2024 gagal mempertahankan jabatannya atau tumbang dengan lawannya.

Quick Count Pilkada Lampung Timur: Ela Siti Nuryamah-Azwar Hadi Unggul 64,84% dari Dawam–Ketut

 

Dari data sejumlah lembaga survei, beberapa petahana tumbang di pilkada serentak 2024 di Lampung. 

Kemenangan Kandidat Baru dan Kekalahan Incumbent di Pilkada Lampung Dipengaruhi Banyak Faktor

 

Pada pilkada serentak 2024 ini, terdapat 15 calon kepala daerah kabupaten/kota dan satu calon Gubernur dan Wakil Gubernur. 

Hasil Reel Count Riyanto Umi Unggul di Pilkada Pringsewu 2024

 

Dari hasil Quick Count sejumlah lembaga suvei pada Rabu, (27/11/2024) sore, terdapat Petahana Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi yang berpasangan  dengan Sutono kalah telak dari pasangan Rahmat Mirzani Djausal-Jihan Nurlela.

 

Kemudian Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang, Tanggamus, Lampung Timur, Pesawaran, Pesisir Barat dan Metro, pasangan petahana juga kalah, berdasarkan hasil hitung cepat. 

 

Pengamat politik Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Dr. Fathul Mu'in, menilai banyaknya petahana maupun yang terafiliasi petahana di Lampung yang tumbang adalah karena sejumlah sebab. Salah satunya adalah kinerjanya yang buruk saat memimpin.

 

"Kekalahan petahana dalam pemilihan kepala daerah disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal," kata Fathul Mu'in, Kamis (28/11/2024).

 

Menurut Sekretaris Prodi Hukum Tatanegara UIN Raden Intan Lampung tersebut, salah satu alasan utama adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja petahana. 

 

Kemudian, ketidakmampuan untuk memenuhi janji kampanye, pelayanan publik yang dianggap buruk, atau kebijakan yang tidak populer sehingga menyebabkan menurunnya kepercayaan publik. 

 

"Selain itu, kehadiran penantang yang lebih menarik, baik dari segi popularitas maupun strategi kampanye yang efektif, juga menjadi faktor signifikan," kata pegiat Lampung Demokrasi Studies tersebut.

 

Doktor hukum itu menambahkan, dinamika politik lokal seperti konflik internal partai, lemahnya koalisi, atau pergeseran dukungan politik turut melemahkan posisi petahana. 

 

Faktor eksternal seperti isu nasional atau global, seperti situasi ekonomi juga dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan petahana. Tidak jarang, muncul pula sentimen di kalangan masyarakat yang merasa jenuh dengan kepemimpinan petahana dan menginginkan perubahan. 

 

Semua faktor ini menunjukkan bahwa kekalahan petahana dalam Pilkada adalah hasil dari interaksi kompleks antara kinerja individu, strategi lawan, dan dinamika sosial-politik yang lebih luas. 

 

"Di Lampung ini mayoritas gubernur hanya memimpin satu periode. Di beberapa kabupaten/kota juga demikian. Maka kalau mau dipilih lagi kedepan kinerjanya harus bagus," tegasnya.(*)