Sengketa Tanah Rumah Dinas di Bandar Lampung

Pemeriksaan Setempat oleh PN Tanjungkarang
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Riduan

Lampung – Sejumlah warga yang sudah puluhan tahun menghuni rumah dinas Bea Cukai di Jalan Mataram, Kelurahan Enggal, Kecamatan Enggal, Kota Bandar Lampung, kini menghadapi sengketa tanah yang tak kunjung usai. 

Pembongkaran Rumah Warga yang Ada di Tanah PTPN I Regional 7 Berjalan Aman dan Lancar

 

Pada Kamis (16/1/2025), Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Barat (Sumbagbar) melakukan peninjauan terhadap aset tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa dalam persidangan yang sedang berlangsung.

Kata Wali Kota Bandar Lampung Soal Trotoar Keramik

 

Sejak awal tahun 1950-an, rumah-rumah dinas ini ditempati oleh pegawai Bea dan Cukai dan kemudian diteruskan oleh anak cucu para pensiunan pegawai tersebut. 

Ratusan Rumah Terendam Banjir di Pesibar Lampung, Lumpuhkan Aktivitas Warga, Imbas Sungai Way Laay Meluap

 

Namun, kini, sengketa kepemilikan tanah yang terletak di atas lahan seluas 1.944 meter persegi ini, yang tercatat atas nama Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Keuangan, telah memicu ketegangan.

Panji Adhisetiawan, Biro Advokasi Sekretariat Jenderal Kemenku

Photo :
  • Foto Dokumentasi Riduan

Panji Adhisetiawan, Biro Advokasi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, yang hadir dalam peninjauan tersebut, menyatakan bahwa proses hukum ini adalah bagian dari sidang perdata dengan nomor 191 yang diajukan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang. 

 

“Pemeriksaan Setempat (PS) dilakukan untuk meninjau langsung objek sengketa, sesuai dengan arahan dari Ketua Majelis,” ujar Panji.

 

Aset ini sebelumnya sudah dikenal sebagai rumah dinas bagi pegawai Bea Cukai, dengan dua kopel rumah yang masing-masing terdiri dari dua unit berukuran 50 meter persegi, sementara sisanya berupa tanah kosong. 

 

Namun, persoalan muncul ketika klaim kepemilikan tanah tersebut mulai dipertanyakan, terutama oleh mereka yang telah menempati rumah tersebut selama puluhan tahun, yakni anak cucu dari pensiunan pegawai Bea Cukai.

 

Mediasi yang Tak Kunjung Tuntas

 

Sejak tahun 1990-an, berbagai upaya mediasi telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini. Namun, hingga kini, tidak ada titik temu antara pihak Kementerian Keuangan dan penghuni rumah dinas. 

Kuasa Hukum Tergugat

Photo :
  • Foto Dokumentasi Riduan

Salah satu pihak yang terlibat, Jhoni Anwar, Kuasa Hukum dari Tergugat 6 dan 7, menjelaskan bahwa keberatan mereka berkaitan dengan ketidakjelasan luas tanah yang tercantum dalam sertifikat. 

 

"Sertifikat sebelumnya menyebutkan luas tanah 1.500 meter persegi, namun kini angka tersebut berubah menjadi 1.944 meter persegi. Hal ini menambah keraguan mengenai kepastian batas tanah," kata Jhoni.

 

Jhoni juga menyoroti ketidakhadiran saksi batas yang diperlukan dalam proses hukum, yang ia anggap sebagai kelalaian yang merugikan. 

 

"Saksi batas harus dihadirkan agar tidak ada keraguan mengenai kepemilikan tanah ini," tegasnya.

 

Warga Terus Bertahan, Menanti Kepastian

 

Bagi warga yang kini menempati rumah-rumah dinas tersebut, sengketa ini bukan hanya sekadar masalah legalitas tanah, tetapi juga tentang hak tempat tinggal yang telah mereka huni selama bertahun-tahun. 

 

Kuasa Hukum Bobby Suryo Negoro menuturkan, ada alat bukti yang kami ajukan di pengadilan, selain dari sewa pakai, ada sewa beli, ada kontrak sewa. 

 

"Itu sudah kita serahkan Ken Pengadilan tinggal pembuktian nanti. Dalam proses saksi, termasuk daripada Warkah yang memang juga kita sampaikan bahwa permohonan soal luas itu akan dihadirkan Warkah, karena selama ini Warkah tidak pernah mengetahui," paparnya. 

 

"Jadi nanti dalam persidangan akan terlihat hak daripada masing-masing pihak. Karena, klien kami ini sudah 40 tahun menguasai fisik," pungkasnya. 

 

Sidang lanjutan untuk sengketa ini dijadwalkan pada 6 Februari 2025, dengan agenda Pemeriksaan Setempat untuk mengukur kembali batas tanah yang diklaim oleh para tergugat. (*)