Hapus Pembiaran! Desakan DPRD Lampung atas Kasus Mafia Benih Lobster

Konferensi pers di kantor WFS dan Rekan
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Riduan

Lampung – Kasus penyelundupan 51.951 ekor benih bening lobster (BBL) senilai Rp7,8 miliar di Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, membuka tabir kelalaian pengawasan dan dugaan kuat adanya aktor besar di balik kejahatan ini. 

Seruan Tolak Kenaikan PPN 12 Persen Digaungkan Mahasiswa di Lampung

 

Penangkapan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada Senin (9/12), memicu seruan tegas dari Anggota DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi, untuk mengusut tuntas dalang dari praktik ilegal tersebut.

Komplotan Pemburu Rusa Diringkus di Pesisir Barat Lampung, 8 Diamankan, 3 Jadi Tersangka

 

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Hukum WFS dan Rekan, Wahrul yang dikenal sebagai "Pengacara Rakyat" mengundang aktivis lingkungan, masyarakat Pesisir Barat, serta para penggiat hukum untuk bersama-sama mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) bertindak lebih tegas dalam menumpas jaringan penyelundupan BBL.

Diskon Tarif Listrik, Warga Lampung: 'Ini Membantu di Saat Sulit'

 

Dalam pernyataannya, Wahrul menyampaikan kritik keras terhadap kinerja aparat kepolisian yang dinilai lemah dalam menangani maraknya pencurian benur di wilayah Lampung. Ia bahkan mencurigai adanya pembiaran hingga keterlibatan oknum dalam bisnis ilegal ini.

 

“Kepolisian memiliki jaringan yang luas hingga pelosok desa, namun pencurian benur berlangsung terbuka. Apakah ini karena pembiaran atau ada oknum yang menikmati keuntungan dari bisnis ini? Kapolda Lampung harus segera mengevaluasi jajarannya di wilayah Pesisir Barat,” kata Wahrul. 

 

Ia juga menyoroti fakta bahwa praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan ekosistem laut serta mengancam mata pencaharian nelayan kecil. 

 

“Jika benur terus dicuri, ekosistem terganggu, lobster dewasa pun hilang, dan nelayan kita semakin sulit mendapatkan hasil tangkapan,” tambahnya.

 

Dalam konferensi pers tersebut, Wahrul mengajukan empat tuntutan utama kepada Aparat Penegak Hukum, khususnya Polda Lampung:

 

1. Peningkatan Pengawasan dan Pencegahan

 

Mendesak pemerintah dan aparat untuk meningkatkan patroli serta pengawasan di wilayah pesisir untuk mencegah praktik pencurian benur.

 

 

2. Penangkapan Aktor Intelektual dan Pemodal

 

Menuntut Polda Lampung untuk tidak hanya menangkap pelaku lapangan, tetapi juga mengungkap aktor utama serta pemodal besar di balik jaringan penyelundupan.

 

 

3. Pengungkapan Aliran Dana

 

Mendesak penyelidikan mendalam terhadap aliran dana jual beli benur untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat, termasuk kemungkinan adanya bekingan dari oknum tertentu.

 

 

4. Partisipasi Aktif Masyarakat

 

Mengajak masyarakat untuk menjadi garda terdepan dalam melaporkan aktivitas ilegal di wilayah perairan, khususnya di Pesisir Barat.

 

 

Wahrul juga menyoroti aturan hukum yang telah jelas melarang penangkapan benur untuk dijual atau dibudidayakan. 

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/2016, lobster yang boleh ditangkap adalah yang memiliki panjang di atas 8 sentimeter. Pencurian benur melanggar aturan ini dan berdampak serius pada keberlanjutan ekosistem laut.

 

“Pemerintah sudah memberikan batasan yang jelas. Penangkapan benur tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan keberlanjutan ekosistem laut kita. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

 

Wahrul mengapresiasi KKP atas keberhasilannya mengungkap kasus ini, namun ia mempertanyakan absennya peran kepolisian dalam pengungkapan jaringan besar di balik penyelundupan benur ini.

 

“Kenapa polisi tidak hadir? Kepolisian punya kewenangan besar, tetapi seolah tidak mampu menangani persoalan ini. Kita harus tanyakan, apakah ini kelalaian atau ada unsur kesengajaan? Jika benar ada pembiaran, ini sangat memalukan,” ujarnya. 

 

Sebagai legislator, Wahrul berkomitmen untuk terus mendorong pengawasan yang lebih ketat serta penindakan hukum yang tidak pandang bulu. 

 

Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat untuk melindungi kekayaan laut Indonesia.

 

“Jika kejahatan ini tidak dihentikan, laut kita akan habis dan generasi mendatang hanya akan mewarisi kehancuran. Aparat harus tegas, masyarakat harus terlibat, dan kita semua harus berkomitmen menjaga keberlanjutan sumber daya laut kita,” tutupnya. (*)