Apa Benar Agroforestri Sudah Diterapkan Dengan Baik??

Tanaman Agroforestri di Lampung
Sumber :
  • Andhika Senatama

VIVA Lampung, OPINIAgroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang berisi kombinasi pepohanan, tumbuhan musiman, tumbuhan bawah, tanaman pertanian pada waktu yang sama. Penerapan sistem agroforestri harus melalui proses pemilihan jenis tanaman dan pola tanam. 

Pesona Taman Gemburak di Kawasan Hutan TNBBS, Lampung Barat

Proses pemilihan jenis dan pola tanam akan mempengaruhi keberhasilan agroforestri. Setiap tanaman memiliki karakteristik berbeda-beda, ada tanaman toleran dan intoleran.

Selain itu, penentuan pola tanam harus dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan saat penanam dilakukan. Semakin tua umur tegakan, maka luas dan kepadatan tajuk setiap pohon penyusun tegakan akan semakin meningkat.

Bandar Lampung Memiliki Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Seluas 222 Hektare

Indonesia masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dan ketahanan pangan di dalam negeri secara mandiri. Hal tersebut dapat tercapai dengan penggunaan teknologi dan perluasan lahan pertanian. 

Ketahanan pangan memiliki empat faktor utama yaitu mengukur ketersediaan pasokan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat (Ketersediaan), mengukur kemampuan masyarakat dalam memperoleh bahan pangan yang dibutuhkan (akses), menyangkut ukuran apakah masyarakat memiliki asupan nutrisi yang cukup dari pangan yang dikonsumsi (kegunaan) dan mengukur apakah masyarakat mampu mengakses pangan yang dibutuhkan setiap saat (kemudahan).

Pemkot Bandar Lampung Hentikan Aktivitas Pembangunan PT HKKB di Eks Hutan Kota

Namun, sering kali terjadi perubahan tata guna lahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian telah banyak menimbulkan berbagai macam permasalahan.

Perubahan lahan hutan dapat menyebabkan berbagai dampak negatif seperti terganggunya ekologi dan siklus hidrologi. Lebih parah lagi, pembukaan lahan tersebut menggunakan cara pembakaran yang memiliki efek negatif besar bagi lingkungan

Banyak oknum yang membuka lahan dengan cara membakarnya karena menganggap pembukaan lahan dengan cara tersebut lebih efektif dan murah. Setelah oknum menyulut api kebakaran, ia tinggal menunggu lahan terbuka melalui hasil pembakaran.

Kenapa sektor kehutanan dikaitkan dengan ketahanan pangan?

Berdasarkan Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian Kehutanan merupakan salah satu sektor yang ikut bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan. Salah satu sektor kehutanan dapat memenuhi ketahanan pangan ialah agroforestri. 

Sejatinya, agroforestri merupakan pemanfaatan lahan secara maksimal termasuk pemanfaatan lahan diantara tegakan hutan untuk ditanam tanaman non kehutanan.

Produk pangan yang dihasilkan oleh sektor kehutanan masih berupa pangan non beras sehingga tidak banyak dimanfaatkan karena pola konsumsi pangan masih berfokus pada beras.

Pertumbuhan penduduk yang lama kelamaan kian meningkat, membuat persaingan pemanfaatan sumberdaya terutama lahan semakin ketat. Pola konsumsi pangan yang masih terfokus pada beras akan memberatkan pemerintah dalam memenuhi ketahanan dan kecukupan pangan. Selain itu, petani di Indonesia pada umumnya belum memiliki pemahaman tentang sistem manajemen yang baik. 

Banyak petani di Indonesia cenderung menanam komoditas yang nilainya sedang naik. Hal tersebut dapat menurunkan harga dari komoditas tersebut karena saat panen stoknya menjadi melimpah bahkan melebih batas.

Lalu apa solusinya?

Edukasi dan sosialisasi dapat menjadi solusi. Agroforestri memanfaatkan lahan yang telah ada bukan "membuka lahan baru". Pendampingan oleh pemerintah juga diperlukan dalam agroforestri seperti penyediaan bibit, batas lahan yang dapat digunakan dan pemantauan secara berkala. 

Skema perhutanan sosial dapat digunakan juga sebagai solusi. Dalam perhutanan sosial pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk mengelola hutan secara lestari dan bijaksana serta tetap memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, solusi-solusi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama karena seperti yang kita ketahui, masih terdapat banyak oknum dan budaya yang telah ada secara turun menurun.

Penulis: Andhika Senatama (Mahasiswa) dan Rusita, S.Hut., M.P. (Dosen)

Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung