Profil Tayyip Erdogan yang Terpilih Pimpin Turki Untuk Ketiga Kalinya

Profil Tayyip Erdogan
Sumber :
  • Instagram @rterdogan

VIVA LampungRecep Tayyip Erdogan telah terpilih kembali sebagai presiden Turki untuk periode ketiga. Hal ini semakin memperkuat posisinya dalam politik di negara tersebut.

Kapolda Lampung Terima Kunjungan Peserta Lemhannas RI, Bahas Situasi Kamtibmas

Meskipun berasal dari latar belakang yang sederhana, Erdogan telah tumbuh menjadi figur politik yang berpengaruh. Ia telah memimpin Turki selama dua dekade dan berhasil mengubah wajah negaranya lebih dari pemimpin mana pun sejak Mustafa Kemal Ataturk, pendiri republik modern yang sangat dihormati di Turki.

Erdogan, yang saat ini berusia 69 tahun, pertama kali terpilih sebagai presiden Turki pada tahun 2014 dan terpilih kembali pada tahun 2018.

Kembalikan Berkas ke PDI Perjuangan Bandar Lampung, Bung Iqbal Fokuskan Ekonomi Kerakyatan

Hingga saat ini, hanya tiga presiden pertama Turki yang pernah terpilih untuk tiga periode presiden berturut-turut, yaitu pendiri republik Mustafa Kemal Ataturk (1923-1938, empat periode), penggantinya Mustafa Ismet Inonu (1938-1950, empat periode), dan Mahmud Celaleddin 'Celal' Bayar (1950-1960, tiga periode).

Latar belakang dan pendidikan

Bang Noe : Pemilih Muda, Jadi Penentu Pilkada Bandar Lampung

Erdogan lahir di Istanbul pada 26 Februari 1954, dari keluarga seorang perwira Penjaga Pantai di Turki. Ia menghabiskan masa kecilnya di kota Rize di timur laut Turki, tempat orang tuanya menetap setelah pindah dari negara Georgia.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah agama, Erdogan melanjutkan pendidikannya di Istanbul dan lulus dari Universitas Marmara pada tahun 1981 dengan gelar di bidang administrasi bisnis.

Sejak tahun 1978, Erdogan menikah dengan Emine Erdogan (nee Gulbaran), seorang aktivis hak-hak perempuan dan amal. Mereka memiliki empat anak.

Perjalanan politik

Perjalanan politik Erdogan dimulai saat ia bergabung dengan Partai Keselamatan Nasional Islam (MSP) dan menjadi pemimpin cabang pemuda di distrik Beyoglu Istanbul pada tahun 1976. Pada tahun 1985, ia naik pangkat menjadi ketua cabang partai di kota Istanbul.

Partai-partai politik dilarang setelah kudeta militer tahun 1980, tetapi pada tahun 1983 Erdogan bergabung dengan Partai Kesejahteraan Islam yang baru dibentuk dan memimpin cabang Istanbul pada tahun 1984. Pada tahun 1985-1986, ia menjadi salah satu anggota dewan administrasi pusat partai.

Pada tahun 1989, Erdogan menjabat sebagai kepala administrasi distrik Beyoglu Istanbul.

Pada bulan Maret 1994, Erdogan terpilih sebagai Wali Kota Istanbul dan menjadi sangat populer dalam jabatan tersebut, berhasil menyelesaikan sejumlah masalah ekonomi dan sosial, seperti penanganan limbah, sampah, dan daur ulang.

Erdogan mempromosikan nilai-nilai Islam dan memberlakukan pembatasan tertentu terkait penjualan alkohol di kota. Pada Januari 1998, Partai Kesejahteraan dilarang oleh Mahkamah Konstitusi karena dianggap melanggar prinsip sekularisme, dan Erdogan harus mengundurkan diri dari jabatan Wali Kota.

Terpilih Menjadi Presiden Turki

Pada 10 Agustus 2014, Recep Tayyip Erdogan terpilih sebagai Presiden Turki dalam pemilihan presiden pertama di negara tersebut. Ia berhasil memenangkan putaran pertama dengan perolehan suara sebesar 51,8%. Saingan utamanya adalah Ekmeleddin Ihsanoglu, yang diusung oleh koalisi partai oposisi, dan memperoleh 38,5% suara.

Selama masa jabatan presidennya yang pertama, Erdogan melanjutkan kebijakan yang mempromosikan nilai-nilai Islam dan melemahkan peran militer yang kuat di negara tersebut. Pada tanggal 15 Juli 2016, terjadi upaya kudeta militer, namun berhasil dipadamkan dengan dukungan dari penduduk dan satuan militer yang setia.

Upaya kudeta tersebut dituduhkan kepada seorang sarjana Turki bernama Fethullah Gulen, yang tinggal di Amerika Serikat, namun memiliki banyak pendukung di kalangan perwira militer dan polisi Turki. Keadaan darurat diumumkan di negara itu dan berlangsung hingga 19 Juli 2018. Lebih dari 13.000 orang ditahan karena diduga terlibat dalam upaya kudeta.

Setelah itu, Erdogan mereformasi sistem komando militer negara Turki. Selanjutnya, pada tanggal 16 April 2017, diadakan referendum untuk mengubah konstitusi dan menjadikan Turki sebagai negara republik presidensial. Sebanyak 51,41% pemilih mendukung usulan tersebut, dengan tingkat partisipasi sebesar 87,2%.

Pada 24 Juni 2018, Erdogan terpilih kembali untuk masa jabatan presidennya yang kedua setelah memperoleh 52,59% suara dalam putaran pertama. Muharrem Ince menjadi saingan utamanya dan memperoleh 30,64% suara. Erdogan kemudian dilantik sebagai presiden Turki pada 9 Juli 2018.

Hingga saat ini, setelah 20 tahun sejak Erdogan pertama kali memenangkan pemilihan umum, ia kembali berhasil memenangkan putaran kedua dengan perolehan suara sebesar 52,16% pada tanggal 28 Mei 2023.