Masyarakat Tulang Bawang Dihujani Debu dari Perkebunan Tebu
- Antara News
Tulang Bawang, Lampung – Organisasi Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Kesehatan Negara Semesta (LBKNS) Kabupaten Tulang Bawang akan memberikan bantuan hukum atau advokasi kepada masyarakat terdampak polusi udara akibat aktivitas panen salah satu perusahaan perkebunan tebu di wilayah Kabupaten Tulang Bawang.
Menurut Ketua LBKNS Tulang Bawang F. Agustinus, bahwa polusi udara akibat aktivitas panen tersebut terjadi sudah lama dan menuai keresahan masyarakat sekitar. Pasalnya, sisa pembakaran yang terbang dibawa angin tersebut jatuh di pemukiman warga masyarakat khususnya Menggala dan sekitarnya bahkan sampai masuk ke dalam rumah. Tak hayal dapat berdampak terhadap kesehatan manusia.
“Polusi udara akibat aktivitas panen tersebut terjadi sudah lama dan sangat meresahkan, bagaimana tidak sebab sisa pembakaran yang terbang dibawa angin tersebut jatuh di pemukiman warga masyarakat khususnya Menggala dan sekitarnya bahkan sampai masuk ke dalam rumah. Bisa dibayangkan bukan tidak mungkin ada dampaknya terhadap kesehatan manusia.” ucap Agustinus.
Agustinus juga menerangkan, bahwa lemahnya pengawasan dari pemerintah terkait polusi udara menyebabkan polusi udara semakin meningkat. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pencemaran udara dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku pencemaran udara dapat diancam pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000,000,000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000,000,000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Lanjutnya, pemberian sanksi kepada pelaku usaha tersebut sesuai dengan akibat yang telah ditimbulkan olehnya kepada lingkungan maupun kepada masyarakat sekitarnya.
“Lemahnya pengawasan dari pemerintah terkait polusi udara menyebabkan polusi udara semakin meningkat. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pencemaran udara dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku pencemaran udara dapat diancam pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000,000,000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000,000,000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pemberian sanksi kepada pelaku usaha tersebut sesuai dengan akibat yang telah ditimbulkan olehnya kepada lingkungan maupun kepada masyarakat sekitarnya.” terangnya.
Menurut Agustinus ada banyak dampak yang dihasilkan dari pencemaran lingkungan diantaranya adalah mengganggu kesehatan makhluk hidup, kerusakan lingkungan ekosistem, dan hujan asam.
Kesehatan pada manusia akan terganggu akibat udara yang tercemar yang bisa mengakibatkan timbulnya penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, paru-paru, jantung dan juga sebagai pemicu terjadinya kanker yang sangat berbahaya.
Selanjutnya efek yang ditimbulkan pada lingkungan ekosistem adalah kerusakan dimana lingkungan ekosistem tempat tinggal berbagai macam makhluk hidup seperti akibat kebakaran hutan merusak tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Sedangkan hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan polutan dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen dioksida.
Polutan tersebut berasal dari knalpot mobil dan industri yang menggunakan bahan bakar minyak dan batubara. Diatmosfir, polutan tersebut membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) yang akhirnya jatuh ke tanah sebagai hujan asam.
Kekhawatiran akan dampak polusi udara tersebutlah yang menggerakkan LBKNS Tulang Bawang akan memberikan advokasi kepada masyarakat yang terdampak khususnya di Menggala.
Agustinus juga mengajak stake holder untuk lebih peduli terhadap permasalahan ini jangan sampai ada kata terlambat, dan LBKNS Tulang Bawang siap mendampingi masyarakat untuk melakukan gugatan class action.
Ditambahkan Agustinus, dalam Pasal 91 UU Lingkungan Hidup dikenal gugatan perwakilan kelompok. Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class action untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.
Tujuan gugatan perwakilan kelompok dalam UU Lingkungan Hidup diharapkan sebagai salah satu cara untuk menimbulkan efek jera dan meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan terkait pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.