27 Pabrik Singkong di Lampung Hentikan Operasi, Tolak Harga Beli Rp1.350 Sesuai Instruksi Gubernur

- Istimewa
Bandar Lampung, Lampung – Sebanyak 27 pabrik pengolahan singkong di Provinsi Lampung menghentikan kegiatan operasionalnya selama tiga hari sebagai bentuk respons atas Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 yang menetapkan harga pembelian ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan (rafaksi) maksimal 30 persen.
Kebijakan ini menuai penolakan dari sebagian pelaku industri, yang menyatakan bahwa harga tersebut tidak realistis dan sulit diterapkan dalam kondisi pasar saat ini.
Pihak pabrik berdalih membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian internal dan pembahasan manajemen sebelum bisa mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah daerah.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung menyebut penutupan operasional ini sebagai bentuk tekanan terhadap pemerintah daerah.
Ia menduga bahwa langkah tersebut dimaksudkan untuk mendorong pemerintah pusat agar segera menetapkan kebijakan harga ubi kayu secara nasional.
"Perusahaan-perusahaan ini telah mengirimkan surat kepada Gubernur Lampung, meminta waktu untuk tutup tiga hari. Setelah itu, mereka akan kembali beroperasi," ujar Dasrul.
Meski demikian, tidak semua pabrik menghentikan aktivitasnya. Beberapa perusahaan besar seperti PT Bumi Waras dan PT Sinar Laut dikabarkan tetap membuka pembelian singkong petani, meski juga tengah menyesuaikan kebijakan internal terkait stok tapioka impor yang mereka miliki.
"Ada perusahaan yang menyatakan siap mengikuti kebijakan ini, namun mereka meminta waktu untuk mempersiapkan mekanisme pembelian yang sesuai," ujar Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dalam keterangan persnya.
Gubernur juga mengimbau para petani untuk tetap menjual hasil panen ke pabrik yang masih beroperasi dan mendukung kebijakan pemerintah, sembari menegaskan bahwa Pemprov Lampung tetap membuka ruang dialog dengan semua pihak untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan.
Daftar Pabrik Singkong yang Tutup Sementara (5–7 Mei 2025):
1. PT Sinar Laut – 4 pabrik
2. Umas Jaya – 1 pabrik
3. Berjaya Tapioka – 2 pabrik
4. Way Raman – 1 pabrik
5. Intan Group – 4 pabrik
6. AS 3 Group – 2 pabrik
7. Muarajaya – 2 pabrik
8. JAT / Ko Terry – 1 pabrik
9. Dharma Jaya – 1 pabrik
10. Bintang Lima Menggala – 1 pabrik
11. Berkah Manatahan – 1 pabrik
12. Gunung Mas – 3 pabrik
13. GS – 1 pabrik
14. BSL – 1 pabrik
15. Sumber Bahagia – 1 pabrik
16. Mitra Pati Mas – 1 pabrik
Seperti diketahui, Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 ditetapkan pada 5 Mei 2025 dan berlaku hingga terbitnya kebijakan resmi dari Kementerian terkait larangan terbatas (lartas) komoditas singkong.
Instruksi ini bertujuan untuk melindungi harga jual hasil panen petani dan mengatur potongan harga secara adil tanpa mengukur kadar pati, yang selama ini menjadi sumber ketidakpastian dalam transaksi antara petani dan pabrik.
Polemik harga singkong di Lampung telah berlangsung cukup lama, mengingat dominasi dua grup perusahaan besar dalam industri tapioka yang memiliki jaringan pabrik di berbagai kabupaten sentra produksi.
Ketimpangan kekuatan tawar antara petani dan industri kerap memicu protes, sehingga kebijakan ini diharapkan dapat menjadi titik awal reformasi tata niaga ubi kayu di daerah.(*)