Puluhan Anak di Pesisir Barat Putus Sekolah, Pemerhati Hak Anak Pertanyakan Komitmen Pemkab
- iStockphoto
Pesisir Barat, Lampung – Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA), Toni Fisher, menyoroti adanya 47 anak di Kabupaten Pesisir Barat yang putus sekolah dan tidak mendapatkan perhatian serius dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat.
Toni merasa miris dan heran dengan komitmen tim Kabupaten Layak Anak (KLA) pada Kluster Empat KLA, yang seharusnya menangani anak-anak putus sekolah.
“Bagi saya sangat miris, saya jadi bertanya-tanya kinerja tim KLA di Pesibar itu apa, jangan-jangan program KLA di Pesibar hanya mengada-ngada saja,” jawab Toni kesal mendengar puluhan anak putus sekolah saat diwawancarai awak media, Rabu (02/08/2023).
Toni menyatakan bahwa kegagalan Pemerintah Kabupaten (pemkab) Pesisir Barat, khususnya Disdikbud, dalam melindungi anak-anaknya sudah terbukti. Menurutnya, dalam visi misi Pemerintah Daerah seharusnya terdapat implementasi program dan anggaran yang jelas untuk menangani permasalahan anak putus sekolah.
Dia juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan anak-anak di Pesisir Barat rendah, yang dapat berdampak pada kualitas pekerjaan mereka di masa depan, menjadi pekerja upah murah.
Toni menyoroti bahwa Pemerintah Daerah Pesisir Barat, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sepertinya tidak memahami aturan dan peraturan yang mengatur hak-hak anak terkait pendidikan.
Dia merujuk pada Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang konvensi hak anak yang mengatur hak anak untuk mendapatkan pendidikan, serta Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 54 tentang pendidikan yang harus bebas dari diskriminasi dan kekerasan.
Toni menegaskan bahwa penanganan hak-hak anak oleh pemerintah daerah dan dinas terkait belum memadai dan melanggar peraturan dan undang-undang yang mengatur hak-hak anak.
Sebelumnya, berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Barat, terdapat 47 anak di jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang putus sekolah di wilayah setempat.
Namun, anehnya, Disdikbud tidak melakukan upaya apapun untuk membantu para siswa ini agar bisa kembali bersekolah, dan dinas terkesan acuh tak acuh dalam menanggapi permasalahan ini. (Azwar)