Warisan Sejarah: Belajar dari Buya Hamka

Warisan Sejarah: Belajar dari Buya Hamka
Sumber :
  • Tangkapan Layar Youtube Mata Najwa

Buya Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah seorang ulama terkemuka yang dikenal luas di Indonesia. Ia lahir pada tanggal 17 Februari 1908 di Tanjung Batu, Agam, Sumatera Barat dan meninggal pada tanggal 24 Juli 1981 di Jakarta.

Buya Hamka dikenal sebagai seorang intelektual yang produktif dan multidimensi. Ia tidak hanya menjadi seorang ulama dan tokoh agama, namun juga menjadi penulis, sastrawan, sejarawan, dan politisi. Buya Hamka memiliki karya-karya yang sangat luas dan beragam, seperti novel, puisi, cerpen, sejarah, tafsir, dan lain sebagainya.

Salah satu karya terbesar dari Buya Hamka adalah tafsir al-Qur'an yang berjudul Tafsir Al-Azhar. Tafsir ini menjadi salah satu karya monumental dalam sejarah keilmuan Islam di Indonesia. Tafsir Al-Azhar yang merupakan hasil karya seumur hidup itu dikenal sebagai tafsir yang mudah dipahami dan bermanfaat bagi umat Islam.

Selain Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka juga menulis banyak buku lainnya, seperti Ayahku (novel), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (novel), Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel), dan Sejarah Umat Islam (sejarah). Karya-karya tersebut tidak hanya menjadi bacaan wajib di kalangan umat Islam, namun juga dijadikan sebagai bahan bacaan di kalangan akademisi dan penggiat sastra.

Pada tahun 1952, Buya Hamka memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan bergabung dalam Partai Masyumi. Ia pernah melamar sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Majelis Syuro Partai Masyumi. Namun, pada saat terjadi peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, Buya Hamka ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Orde Baru karena terlibat dalam gerakan PKI.

Meskipun dipenjara selama 11 bulan, semangat Buya Hamka tidak pudar. Ia tetap produktif dalam menulis dan berdakwah di dalam penjara. Apalagi beberapa bukunya seperti Dari Perbendaharaan Lama dan Dari Perbendaharaan Baru ditulisnya ketika ia berada di dalam penjara.

Selain menjadi ulama dan penulis produktif, Buya Hamka juga dikenal sebagai seorang yang sangat mencintai bahasa dan sastra. Ia pernah menjadi Ketua Dewan Bahasa dan Pustaka dan juga Ketua Persatuan Penulis Indonesia.