Profil Ketua Komisi IV DPRD Lampung Tengah, M Saleh Mukadam Jadi Tersangka Penembakan
- Istimewa
Lampung Tengah, Lampung – Muhammad Saleh Mukadam, anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah dari Fraksi Gerindra, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan yang menewaskan seorang warga bernama Salam. Kejadian tragis ini terjadi saat prosesi adat dalam acara pernikahan di daerah setempat.
Muhammad Saleh Mukadam (39), yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Lampung Tengah, kini berada di tahanan Mapolda Lampung untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait insiden yang menggemparkan masyarakat lokal ini.
Mukadam kembali terpilih sebagai wakil rakyat melalui Partai Gerindra pada Pemilihan Umum Februari 2024, dengan meraih dukungan sebanyak 6.327 suara dari daerah pemilihan II, meliputi Rumbia, Seputih Surabaya, Bandar Mataram, Bumi Nabung, Bandar Surabaya, dan Putra Rumbia.
Dari data yang dihimpun, harta kekayaan Mukadam mencapai Rp987.324.455, sebagaimana tercatat dalam laporan kekayaan yang diajukan sebagai anggota DPRD.
Mukadam, yang berasal dari Kampung Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah, memiliki latar belakang yang kuat dalam politik lokal. Dia juga aktif sebagai Wakil Ketua I DPC Gerindra Lampung Tengah, menunjukkan perannya dalam struktur partai di tingkat daerah.
Peristiwa penembakan ini telah mengguncang masyarakat setempat dan menjadi perhatian nasional karena melibatkan seorang anggota DPRD yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh masyarakat yang terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan politik di Lampung Tengah.
Selain mengamankan 4 puck senpi ilegal, polisi juga menyita amunisi peluru, magazine, tas senjata, box senpi kosong, alat pembersih Senpi, dan surat Garuda Shooting Club.
Kasus penembakan ini berawal dari tradisi melepaskan tembakan ke udara dalam acara pernikahan adat Lampung. Namun, tembakan yang dilepaskan MSM menyasar seorang warga bernama Salam (35) hingga meninggal dunia.
Tersangka dijerat dengan dengan Pasal 359 KUHPidana dan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun dan 20 (dua puluh) tahun penjara.