KPPU Lidik Eksportir Lada Hitam di Lampung

Foto ilustrasi lada hitam
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Istimewa

Lampung – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memulai penyelidikan atas dugaan pelanggaran Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU 5/1999) terkait perilaku keadaan suatu pasar yang hanya memiliki sedikit pembeli (oligopsoni) dalam perdagangan lada hitam di Provinsi Lampung. 

Momen Partai Demokrat Dan Fauzi - Laras, Kok Bisa?

 

Melalui keterangan tertulis Gopprera Panggabean, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI menjelaskan, penyelidikan ini dilakukan setelah ditemukan bukti awal yang cukup kuat mengindikasikan adanya pelanggaran oleh empat eksportir lada hitam di wilayah tersebut.

AKBP M. Yunus Saputra Ingatkan Paslon Soal Kata Pribumi

 

"Kasus ini bermula dari penyelidikan inisiatif yang dilakukan oleh KPPU sejak Februari 2024 terhadap tata niaga komoditas lada hitam di Lampung," kata dia, Selasa (4/6/2024). 

Pria Pengganguran Cabuli Gadis 14 Tahun di Bandar Lampung Karena Tak Kuat Tahan 'Nafsu'

 

Dalam penyelidikan awal, KPPU menemukan bahwa pada tahun 2022, empat eksportir menguasai 64% pasar pembelian lada hitam di Lampung. 

 

"Eksportir tersebut diduga terlibat dalam praktik anti-persaingan dengan mengendalikan pembelian pasokan dan harga beli lada dari petani," katanya. 

 

Tindakan ini diduga menyebabkan harga lada hitam di Lampung lebih rendah dibandingkan harga nasional, meskipun Lampung merupakan daerah penghasil lada hitam terbesar di Indonesia

 

"Data dari Statistik Perkebunan Unggulan Nasional tahun 2021-2023 Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi lada hitam di Lampung mencapai 15.139 ton atau 18,06 persen dari total produksi nasional pada tahun 2023," paparnya. 

 

Selain menekan harga, praktik pengendalian pasokan dan harga oleh eksportir juga berdampak pada perubahan jenis tanaman oleh petani, yang menyebabkan penurunan luas lahan dan produksi lada hitam di Lampung. 

 

"Akibatnya, jumlah eksportir lada hitam di provinsi tersebut juga menurun, dari 15 eksportir pada tahun 2020 menjadi hanya 9 eksportir pada tahun lalu," tuturnya. 

 

Dengan adanya bukti awal yang cukup mengenai dugaan perilaku oligopsoni ini, KPPU melanjutkan kasus tersebut ke tahap penyelidikan lebih lanjut. 

 

"Pada tahap ini, KPPU akan mengumpulkan minimal dua alat bukti untuk menentukan apakah dugaan pelanggaran ini dapat dilanjutkan ke persidangan oleh Majelis Komisi," pungkasnya. (*)