Kembangkan Teori at-Tarābuṭ, Prof. Yusuf Baihaqi Dikukuhkan Jadi Guru Besar Ilmu Tafsir Pertama UIN Raden Intan Lampung

Prof. Dr. H. Yusuf Baihaqi, Lc., MA., sebagai guru besar Ilmu Tafsir.
Prof. Dr. H. Yusuf Baihaqi, Lc., MA., sebagai guru besar Ilmu Tafsir.
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Sejarah baru tercatat di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung dengan dikukuhkannya Prof. Dr. H. Yusuf Baihaqi, Lc., MA., sebagai guru besar pertama dalam bidang Ilmu Tafsir. 

 

Pengukuhan berlangsung khidmat di Ballroom kampus dalam rangkaian pengukuhan 15 guru besar sekaligus, Rabu (30/4).

 

Prof. Yusuf yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Syariah UIN RIL dikenal luas sebagai akademisi yang aktif mengembangkan pendekatan-pendekatan baru dalam studi tafsir. 

 

Pencapaiannya sebagai guru besar turut ditandai dengan pengembangan Teori at-Tarābuṭ, sebuah pendekatan kontemporer dalam penafsiran Al-Qur’an yang menekankan pentingnya keterkaitan antar ayat secara utuh dan kontekstual.

 

Meluruskan Kesalahpahaman terhadap Hukum Islam

Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Yusuf menyoroti berbagai tuduhan yang kerap dialamatkan pada produk hukum Al-Qur’an, mulai dari isu kekerasan, ketidakadilan gender, hingga eksploitasi terhadap perempuan. 

 

Ia menilai, tuduhan tersebut umumnya lahir dari pemahaman parsial dan tidak menyeluruh terhadap Al-Qur’an.

 

"Banyak kesalahpahaman yang muncul karena penafsiran yang terputus-putus, tidak mengaitkan satu ayat dengan ayat lainnya. Hal ini bahkan menjadi pemicu berkembangnya Islamofobia di masyarakat," ungkap Prof. Yusuf.

 

Makna dan Aplikasi Teori at-Tarābuṭ

Secara etimologis, at-Tarābuṭ berasal dari kata rabaṭa yang berarti "mengikat" atau "mengencangkan". 

 

Dalam konteks tafsir, teori ini berusaha mengaitkan antar ayat atau bagian ayat dalam Al-Qur’an meskipun tidak berada dalam satu topik atau urutan mushaf yang sama. 

 

Pendekatan ini berbeda dari tafsir tematik (mawḍū’ī) maupun ilmu munāsabah, karena tidak terbatas pada satu tema atau susunan ayat.

 

Tiga argumen utama yang mendasari pentingnya teori ini menurut Prof. Yusuf adalah Ayat Al-Qur’an saling membenarkan dan menafsirkan, merujuk kepada Al-Qur’an merupakan prioritas utama dalam penafsiran. Kemudian, Rasulullah SAW sendiri telah menerapkan prinsip pengaitan antar ayat dalam praktik tafsirnya.

 

Contoh Moderasi dalam Tafsir: Poligami

Dalam praktiknya, Prof. Yusuf mencontohkan bagaimana teori at-Tarābuṭ diterapkan pada ayat yang membahas poligami. Seringkali ayat tentang kebolehan menikahi lebih dari satu wanita dijadikan dasar mutlak, tanpa mempertimbangkan potongan ayat yang menggarisbawahi syarat utama: keadilan.

 

"Menafsirkan ayat poligami tanpa menyertakan potongan ayat tentang keadilan adalah bentuk penafsiran yang tidak utuh. Dengan teori at-Tarābuṭ, kita memahami bahwa kebolehan poligami bukan mutlak, tetapi bersyarat dan terbatas," tegasnya.

 

Prof. Yusuf menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menganjurkan poligami, namun menekankan pentingnya bersikap moderat: tidak mengharamkan, namun juga tidak membebaskan tanpa batas dan syarat. 

 

Pemahaman seperti inilah yang diharapkan dapat meminimalisir distorsi terhadap ajaran Islam sekaligus melawan narasi ekstremisme.

 

Membumikan Moderasi Melalui Tafsir

Menurut Prof. Yusuf, teori at-Tarābuṭ tidak hanya mampu memperkaya khazanah tafsir, tetapi juga dapat menjadi instrumen penting dalam membumikan nilai-nilai Islam moderat, serta meluruskan praktik atau pemahaman yang menyimpang dari Al-Qur’an.

 

"Teori ini layak untuk terus disosialisasikan dan dikembangkan dalam berbagai kajian tafsir dan pendidikan Islam," ujarnya.

 

Pengukuhan Prof. Yusuf sebagai guru besar Ilmu Tafsir pertama di UIN Raden Intan Lampung menjadi tonggak penting bagi dunia akademik dan pengembangan studi tafsir kontemporer di Indonesia, sekaligus membuka jalan bagi pendekatan yang lebih inklusif dan kontekstual terhadap Al-Qur’an di era modern.(*)