Skandal Foto Sekda Lampung, Pengamat Politik: Netralitas ASN di Ujung Tanduk

Foto Sekda yang beredar
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Sebuah foto yang menunjukkan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, bersama anggota tim pemenangan calon Gubernur Rahmat Mirzani Djausal (RMD), sedang menjadi perbincangan hangat. 

 

Foto yang diambil pada Kamis, 3 Oktober 2024, menyertakan keterangan yang menyebutkan, "Sosialisasi tipis-tipis untuk para ASN, InsyaAllah coblos nomor dua katanya," yang memicu spekulasi di masyarakat pada Selasa (8/10/2024).

 

Aksi tersebut, menurut pengamat politik, kembali menegaskan lemahnya penerapan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam pilkada. 

 

Chandrawansah, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), menilai keterlibatan ASN dalam mendukung calon tertentu mencerminkan lemahnya penerapan netralitas. 

 

"Foto Sekda Lampung ini menunjukkan bahwa netralitas ASN sering diabaikan, dan bisa mencederai prinsip demokrasi. Netralitas ASN di ujung tanduk," Chandrawansah, Selasa (08/10/2024). 

 

Mantan Ketua Bawaslu Kota Bandar Lampung menjelaskan bahwa UU No. 10 Tahun 2016 melarang ASN terlibat dalam kegiatan kampanye politik. Pasal 80 ayat (1) secara tegas menyatakan larangan tersebut, termasuk dukungan simbolis. 

 

Dalam pasal 80 ayat (1) tersebut, bahwa ASN tidak boleh terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam mendukung salah satu kandidat. 

 

"Pasal ini melarang ASN terlibat dalam kampanye, termasuk dalam bentuk dukungan simbolis seperti berswafoto dengan tim pemenangan calon. Ini adalah upaya untuk mencegah pejabat negara memberikan keuntungan kepada salah satu pihak dalam pemilu," jelas Chandrawansah. 

 

Chandrawansah juga menyoroti pasal 71, yang melarang pejabat negara atau ASN mengambil tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Pelanggaran terhadap aturan ini bahkan dapat dijatuhi sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 189. 

 

"Pelanggaran dapat berujung pada sanksi pidana, dengan ancaman penjara hingga enam bulan atau denda sampai enam juta rupiah," tegasnya.

 

Chandrawansah, menilai bahwa pelanggaran netralitas ASN seringkali diiringi dengan praktik money politic yang sulit terungkap. 

 

Ia berharap Bawaslu akan menindaklanjuti kasus ini secara serius dan melakukan penelusuran untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran pidana pemilu atau netralitas ASN dalam kasus tersebut.

 

"Pelanggaran netralitas ASN ini sama halnya dengan money politic. Meski banyak aturan, implementasinya masih belum efektif menjangkau pelaku besar," tandasnya.(*)