Gaya Hidup Hedonis di Medsos Dorong Masyarakat Terjerumus Judi Online
- Istimewa
Bandar Lampung, Lampung – Maraknya judi online di kalangan masyarakat saat ini ternyata dipengaruhi oleh faktor sosial yang kompleks. Salah satunya adalah gaya hidup hedonis yang sering dipamerkan di media sosial.
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tantan Hermansah, mengatakan ada kesenjangan antara apa yang terlihat di media sosial dengan kondisi ekonomi sebenarnya.
"Kita bahas yang online, yang pertama masyarakat hari ini sedang mengalami fase dimana idealita sosial yang dia lihat pada realitas berbasis gawai entah itu handphone, laptop atau tablet tidak berbanding lurus dengan pendapatan yang dia bisa raih setiap hari, minggu bahkan bulan," kata Tantan, dikutip dari NU Online, Kamis (14/11/2024).
Ia menjelaskan, bahwa banyak orang merasa tertekan untuk mengikuti gaya hidup mewah yang terlihat di media sosial. Padahal, realitasnya tidak selalu sesuai dengan apa yang ditampilkan. Meskipun sering kali itu hanyalah ilusi atau hasil editan, dampaknya cukup besar.
"Keinginan untuk tampil kaya dan sukses di media sosial membuat banyak orang terjebak dalam lingkaran setan. Mereka mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan cepat, salah satunya adalah dengan bermain judi online," jelasnya Tantan.
Lebih lanjut, Tantan menambahkan bahwa algoritma media sosial juga berperan penting dalam mendorong seseorang untuk terlibat dalam judi online. Iklan judi online yang muncul secara berulang kali akan membuat pengguna semakin penasaran dan tergoda untuk mencobanya.
"Padahal, kenyataannya banyak orang yang justru kehilangan segalanya karena judi online. Mereka tidak hanya kehilangan uang, tetapi juga pekerjaan, keluarga, dan masa depan," tegas Tantan.
Lebih lanjut Tantan mengatakan bahwa meski perlahan, pengguna mulai tertarik untuk mencoba peruntungan dengan judi online, berpikir bahwa ini adalah jalan untuk mencapai gaya hidup yang mereka inginkan.
"Tadinya cuma di klik saja kemudian dilihat tiga sampai 10 detik lama-lama akhirnya dia tahu informasinya ternyata dengan judi online dia bisa punya harapan kembali ke memori dimana dia tergoda untuk melakukan sama yang dilakukan oleh orang lain supaya bisa tampil sukses minimal di sosial media, maka mereka mulai masuk ke perjudolan itu," kata Pengajar Sosiologi Perkotaan itu.
Pernyataan Tantan ini juga didukung oleh data yang disajikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa sekitar 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun terpapar perjudian online (judol). Paparan ini terjadi melalui permainan yang mereka temui saat mengakses ponsel pintar (HP) atau gawai lainnya.(*)
Sumber : https://nu.or.id/