'Mentalitas Dahlan': Wujud Profetik Sang Pembaharu dalam Pendidikan dan Kehidupan

KH Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, LampungYogyakarta, 1868, lahirlah sosok yang kelak mengubah wajah Islam Indonesia secara fundamental: KH Ahmad Dahlan. Ia bukan sekadar seorang ulama, tetapi seorang pendidik, pembaru, dan pemimpin visioner

 

Pemikiran dan tindakannya melampaui zamannya. Di tengah masyarakat yang terbelenggu oleh praktik keagamaan yang stagnan dan sistem kolonial yang menindas, KH Ahmad Dahlan menghadirkan satu semangat baru mentalitas profetik yang berpijak pada tiga pilar utama: humanisasi, liberasi, dan transendensi.

 

Humanisasi: Memanusiakan Manusia dengan Pendidikan

Keprihatinan KH Ahmad Dahlan terhadap umat Islam kala itu sangat besar, terutama saat melihat umat terlilit kemiskinan, kebodohan, dan terpinggirkan dari kemajuan. 

 

Ia menafsirkan amar ma’ruf secara kreatif: bukan sekadar menyeru pada kebaikan secara retoris, tetapi dengan memanusiakan manusia secara nyata. 

 

Itulah yang mendorongnya mendirikan sekolah-sekolah, di mana sistem pendidikan Belanda diadopsi untuk menunjang mutu pembelajaran, tanpa melepaskan nilai-nilai keislaman.

 

Ia percaya, melalui pendidikan, umat Islam bisa meraih kepercayaan diri dan tidak merasa inferior terhadap penjajah. 

 

Di tengah masyarakat urban seperti Kauman yang mulai terpinggirkan, KH Ahmad Dahlan membangun sistem pendidikan modern agar kaum Muslim punya kesempatan yang sama untuk berkembang. 

 

Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Muhammadiyah, sebagai gerakan dakwah dan pendidikan Islam yang membebaskan.

 

Liberasi: Membebaskan dari Penjajahan dan Ketertindasan

Dimensi kedua dari mentalitas profetik KH Ahmad Dahlan adalah liberasi, sebuah tafsir dari nahi munkar yang lebih luas dari sekadar larangan. 

 

Dalam konteks sosial, ini berarti membebaskan umat dari berbagai bentuk penindasan baik dalam bentuk penjajahan politik, eksploitasi ekonomi, hingga ketertindasan spiritual.

 

Beliau tidak tinggal diam di tengah dominasi kolonialisme. Meski langkahnya berbeda dengan tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari yang lebih resisten, pendekatan Dahlan tetap revolusioner dalam bentuknya sendiri: akomodatif dan strategis. 

 

Ia masuk ke dalam sistem, mendidik kader, dan menyadarkan umat melalui jalan keilmuan dan amal nyata. 

 

Pandangannya tentang kemiskinan sangat jelas: dunia bisa menjerumuskan umat, dan sedekah adalah senjata spiritual dan sosial untuk memberantasnya—sebagaimana terkandung dalam tafsir progresifnya terhadap Surat Al-Ma’un.

 

Transendensi: Keyakinan Spiritual sebagai Dasar Gerakan

Mentalitas Dahlan bukan sekadar gerakan sosial; ia juga memiliki dimensi transendensi yang kuat. Inilah aspek billah, atau orientasi penuh kepada Allah dalam setiap langkah. 

 

KH Ahmad Dahlan menekankan bahwa semua aktivitas keilmuan, pendidikan, dan sosial mesti berlandaskan keimanan dan takwa.

 

Contoh konkret dari pendekatan transendental ini tampak dalam langkah beraninya meluruskan arah kiblat Masjid Agung Kauman. Ia menggunakan ilmu astronomi sebagai dasar, bukan sekadar taklid pada tradisi. 

 

Ini bukan sekadar pembaruan fisik, tetapi simbol dari pemurnian akidah yang disertai keberanian menantang kebiasaan turun-temurun yang menyimpang dari ajaran Islam sejati.

 

Dalam metode pendidikan agamanya, KH Ahmad Dahlan punya pendekatan yang unik: mengajarkan Al-Qur’an dengan cara praktis. Baca beberapa ayat, pahami maknanya, lalu praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. 

 

Baru kemudian lanjut ke ayat berikutnya. Ini adalah bentuk pengajaran yang menekankan internalisasi dan aplikasi nilai-nilai Islam secara langsung.

 

Kesimpulan: Mentalitas Profetik sebagai Warisan Transformasional

KH Ahmad Dahlan adalah figur langka. Ia tidak hanya menjelaskan kondisi umat, tetapi mengarahkan mereka menuju perubahan. Ia bukan hanya seorang guru, tapi pembimbing spiritual dan sosial yang berani. 

 

Visi dan langkahnya tidak hanya merespons kebutuhan zaman, tetapi juga menanamkan nilai-nilai abadi dalam gerakan yang ia dirikan.

 

Mentalitas Dahlan adalah sintesis sempurna antara pemikiran profetik dan tindakan nyata. Sebuah gabungan dari:

 

  • Humanisasi: memanusiakan manusia dengan pendidikan yang mencerdaskan;

 

  • Liberasi: membebaskan umat dari penindasan dan kebodohan;

 

  • Transendensi: menjadikan iman dan takwa sebagai fondasi segala perjuangan.

 

Mentalitas inilah yang mendorong berdirinya Muhammadiyah—bukan sekadar organisasi, tetapi gerakan transformatif dalam pendidikan, dakwah, dan sosial yang terus hidup hingga kini.

 

Warisan KH Ahmad Dahlan bukan hanya pada lembaga yang ia bangun, tapi pada nilai-nilai yang terus menginspirasi perubahan zaman.(*)

 

 

Sumber : Muhammadiyah.or.id