Polda Lampung Borong Lagi Pin Emas! Berhasil Bongkar Mafia Tanah Bernilai Ratusan Miliar

Irjen Pol Helmy Santika menghadiri acara Kementerian ATR/BPN.
Sumber :
  • Istimewa

Bandar Lampung, Lampung – Polda Lampung kembali menorehkan prestasi gemilang dalam perang melawan mafia tanah. Kali ini, Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika untuk kali kedua, berhasil membawa pulang pin emas dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). 

 

Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilannya membongkar jaringan mafia tanah yang merugikan masyarakat hingga ratusan miliar rupiah. Penghargaan ini diserahkan dalam acara resmi yang digelar di Ballroom Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Barat, pada Rabu, 13 November 2024.

 

Kejahatan pertanahan yang terungkap melibatkan berbagai modus, seperti penggunaan surat-surat palsu untuk menguasai lahan milik korban. 

 

Beberapa modus yang berhasil diungkap termasuk penggunaan surat kuasa palsu, surat keterangan adat palsu, hingga pemalsuan dokumen hibah dan sporadik ilegal.

 

Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, menegaskan pentingnya kerja sama yang solid dengan berbagai pihak dalam memberantas mafia tanah. 

 

"Kami tidak akan berhenti sampai di sini. Kami akan terus berjuang untuk memberantas mafia tanah dan melindungi hak-hak masyarakat," tegas Kapolda Lampung saat menerima penghargaan.

 

Selama ini, Polda Lampung telah menunjukkan kinerja luar biasa dengan langkah-langkah konkret dalam memberantas kejahatan pertanahan. 

 

Berkat pengungkapan berbagai kasus tersebut, aset masyarakat senilai sekitar 161 miliar rupiah berhasil diselamatkan.

 

Penghargaan pin emas ini diharapkan menjadi dorongan bagi Polda Lampung dan lembaga penegak hukum lainnya untuk terus bersinergi dalam menumpas kejahatan yang merugikan masyarakat. 

 

Diharapkan, dengan penegakan hukum yang tegas, praktik mafia tanah di Lampung dapat segera dihentikan, memberikan rasa aman dan keadilan bagi seluruh warga.

 

Dalam acara tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga memberikan pernyataan penting. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 60 persen dari persoalan sengketa tanah melibatkan oknum internal Kementerian ATR/BPN. 

 

"Jika ingin memberantas mafia tanah, selain bekerja sama dengan kementerian atau lembaga lain, kami juga harus memperkuat sistem, meningkatkan kapabilitas, serta integritas sumber daya manusia dari internal BPN," ujarnya.

 

Nusron juga memaparkan bahwa 40 persen masalah sengketa tanah berasal dari eksternal, dengan 30 persen di antaranya melibatkan pemborong-pemborong tanah, dan 10 persen sisanya melibatkan oknum kepala desa, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 

 

Serta pelaku bisnis maklar dan perantara tanah yang sering disebut Bimantara atau PERMATA (Persatuan Makelar Tanah).

 

"Kita melakukan deteksi dini atau early warning system, jangan sampai konflik pertanahan ini mengganggu stabilitas ketahanan dan pertahanan nasional," pungkas Nusron. 

 

Dengan kerja sama lintas instansi dan pembenahan sistem internal, diharapkan upaya pemberantasan mafia tanah bisa terus ditingkatkan demi melindungi hak-hak masyarakat.(*)