Kemenkes Sebut Dalam 5 Tahun Terakhir Penderita Sifilis Naik 70 persen

Ilustrasi Tes Penyakit Sifilis
Sumber :
  • iStockphoto

VIVA Lampung, Kesehatan – Kasus penyakit sifilis di Indonesia mengalami peningkatan hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022), menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Pada tahun 2016, terdapat 12 ribu kasus penyakit sifilis, sementara pada tahun 2022, jumlahnya hampir mencapai 21 ribu kasus.

“Untuk penyakit sifilis saja, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022) terjadi peningkatan kasus sebesar hampir 70 persen,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam Konferensi Pers: Melindungi Anak dari Penularan Penyakit Seksual, dikutip dari Antara pada Kamis (11/05/2023).

Mohammad Syahril, menjelaskan bahwa salah satu penyebab peningkatan kasus ini adalah perilaku seks berisiko yang dilakukan orang tua, seperti seks oral atau anal.

Perilaku seks berisiko ini berpotensi menularkan sifilis dari ibu ke anak, dan dapat menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian pada bayi yang dilahirkan. Dalam data Kemenkes, persentase terjadinya abortus, bayi lahir mati, atau bayi yang mengalami sifilis kongenital akibat penularan mencapai 69 hingga 80 persen.

“Perilaku seks yang berisiko ini sangat mungkin untuk mencederai hak anak dan mengancam kelangsungan hidupnya karena bisa menimbulkan kecacatan,” kata Syahril.

Sayangnya, jumlah ibu hamil dengan sifilis yang diobati masih rendah, hanya sekitar 40 persen. Hal ini disebabkan oleh stigma dan rasa malu dalam masyarakat. Dari 1,2 juta ibu hamil, hanya 25 persen yang di skrining sifilis setiap tahunnya, sehingga sekitar 60 persen ibu hamil tidak mendapatkan pengobatan.

Oleh karena itu, masyarakat perlu menghilangkan stigma buruk terhadap pasien dan mendukung mereka untuk segera melakukan pemeriksaan gratis yang telah disediakan fasilitas kesehatan pemerintah agar cepat mendapatkan penanganan atau obat yang dibutuhkan. 

Selain itu, pemahaman tentang cara mencegah sifilis dengan menggunakan alat pengaman, seperti kondom saat berhubungan seks dan menghindari perilaku seks yang berisiko, perlu diupayakan secara berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 46 tentang Kesehatan menegaskan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan. 

Dalam hal pengobatan sifilis, terdapat obat-obat yang digunakan tergantung pada tingkat klinisnya, mulai dari yang ringan hingga berat. Dengan pengobatan yang tepat, pasien dapat sembuh dan tidak menularkan penyakit kepada orang lain, termasuk kepada bayi yang akan dilahirkan. (Ant)