Ujian Integritas Peradilan Militer dalam Kasus Penembakan Tiga Polisi di Way Kanan

- Foto dokumentasi istimewa
Lampung – Independensi peradilan militer menjadi ujian penting dalam penanganan kasus penembakan tiga anggota Polri oleh oknum TNI di Way Kanan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Prof. HS Tisnanta, menegaskan bahwa keadilan, transparansi, dan akuntabilitas adalah pilar utama yang harus ditegakkan dalam proses hukum tersebut.
Menurut Prof. Tisnanta, struktur hierarkis dan potensi intervensi dari internal militer menjadi tantangan besar bagi peradilan militer.
“Meskipun secara normatif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 menjamin independensi hakim militer, implementasinya masih menyisakan ruang pertanyaan, terutama dalam kasus-kasus sensitif seperti ini,” ujar Tisnanta, Minggu (15/6/2025).
Ia menyebut ada tiga indikator utama untuk mengukur independensi proses peradilan dalam kasus ini: objektivitas penyidikan dan penuntutan, keterbukaan jalannya persidangan, serta bebas dari intervensi komando.
“Objektivitas penyidikan harus mencakup pengumpulan bukti yang cermat, analisis motif, dan penyusunan dakwaan yang jujur. Pertanyaannya, apakah ada upaya memperingan tuduhan atau menutup-nutupi fakta?” katanya.
Aspek keterbukaan persidangan juga dinilai krusial. Prof. Tisnanta menyarankan agar sidang dibuka untuk pemantauan publik dan media, selama tidak mengganggu jalannya proses hukum.
“Ini untuk memperkuat akuntabilitas dan menekan potensi intervensi dari pihak luar,” tambahnya.
Ia juga menyoroti perlunya menjaga proses hukum dari pengaruh atau tekanan petinggi militer.
“Pernyataan atau tindakan dari atasan militer yang berpotensi memengaruhi jalannya proses hukum harus dihindari. Jika putusan dirasa adil oleh publik dan bebas intervensi, maka independensi peradilan militer bisa dikatakan terjaga,” tegasnya.
Dalam konteks pencarian kebenaran materiil, lanjut Tisnanta, seluruh rangkaian proses hukum harus dilandasi oleh fakta yang utuh dan tidak bias.
Ia menyadari bahwa tekanan struktural dan minimnya transparansi adalah tantangan, namun bukan tanpa solusi.
“Integritas dan profesionalisme dari penyidik, oditur, hingga hakim militer sangat menentukan hasil akhir dari kasus ini,” ungkapnya.
Sebagai bentuk pengawasan, ia mengusulkan keterlibatan lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan organisasi masyarakat sipil dalam mengawal jalannya proses hukum.
“Tanpa pengawasan eksternal, sulit memastikan bahwa peradilan militer benar-benar menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran materiil,” tutupnya. (*)