Suara dari Balik Jeruji: Tahanan Polresta Bandar Lampung Ambil Bagian di Pilkada 2024

Salah satu tahanan melaksanakan pencoblosan
Sumber :
  • Foto Dokumentasi Istimewa

Lampung – Meski berada di balik jeruji, 75 tahanan Rutan Polresta Bandar Lampung tetap berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pilkada 2024. 

 

Mereka menggunakan hak pilihnya melalui mekanisme khusus yang diatur untuk memastikan suara mereka tetap dihitung.

 

Fazri Mulya, perwakilan dari Bidang Teknis Penyelenggaraan PPK Tanjung Karang Pusat, mengungkapkan bahwa dari 89 tahanan yang ada, 75 orang memenuhi syarat untuk memilih. 

 

“Sesuai data yang diserahkan oleh Polresta Bandar Lampung, terdapat 75 tahanan yang dapat mencoblos. Kami pastikan hak mereka tidak terabaikan,” kata Fazri, Rabu (27/11/2024).

 

Tidak seperti pemilih umum yang datang langsung ke TPS, proses pemungutan suara bagi tahanan dilakukan dengan sistem jemput bola. 

 

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mendatangi Rutan Polresta Bandar Lampung untuk memfasilitasi pencoblosan.

 

“Karena mereka tidak bisa keluar dari rutan, kami yang mendatangi. Para tahanan memilih di tempat yang telah ditentukan oleh Polresta Bandar Lampung,” jelas Fazri.

 

Tahanan asal Bandar Lampung mendapatkan dua surat suara untuk memilih Wali Kota dan Gubernur. Namun, bagi tahanan dari luar kota, hanya diberikan satu surat suara untuk memilih Gubernur Lampung. Mekanisme ini mengikuti aturan pemilih pindahan yang diterapkan secara nasional.

 

"Dari 75 yang menggunakan data pemilih pindahan, seluruhnya bisa memilih. Kami pastikan proses berjalan sesuai aturan," lanjut Fazri.

 

Ia menambahkan, meski tidak ada aturan khusus untuk tahanan, langkah jemput bola ini dilakukan agar mereka tetap dapat menyalurkan hak pilihnya. 

 

“Kami ingin memastikan semua warga negara, termasuk mereka yang berada di tahanan, tetap bisa berpartisipasi dalam demokrasi," kata dia. 

 

Partisipasi Tahanan: Suara untuk Masa Depan

 

Dari total 75 tahanan yang memberikan hak suaranya, 71 di antaranya adalah laki-laki dan 4 perempuan. Proses ini menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk mengambil bagian dalam menentukan masa depan daerah.

 

“Demokrasi harus inklusif. Dengan keterlibatan tahanan, kita menunjukkan bahwa suara mereka juga penting bagi pembangunan daerah,” tutup Fazri. (*)